Monday, April 30, 2012

Kepemilikan


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karuni-Nya kepada semua makhluk yang ada di atas muka bumi. Shalawat dan salam senantiasa kita lantukan dan hadiahkan pada sosok sentral dan publik pigur umat Islam yaitu Nabi Muhammad SAW yang sukses mengaktualisasikan nilai-nilai serta perintah yang diwahyukan kepada-Nya sehingga kredebelitas-Nya sebagai Musyarri’ ( pembuat syariah )  tidak dapat diragukan.
Hal yang fundamental dari makalah ini adalah masih simpang siurnya tentang konsep kepemilikan dalam kancah perekonomian. Hal dapat memicu kekicruhan  dalam mengartikan atau menginterpretasikan serta mengaktualisasikan masalah term atau konsep kepemilikan. Terutama menurut pandangan ekonomi Qur’ani ( Islam ).

  1. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah para pembaca dalam menela’ah atau memberi kritikan serta saran terhadap  makalah in alangkah baiknya kami cantumkan rumusan masalah yang termuat dalam makalah ini, yaitu
1.      Pengertian Kepemilikan dan Kepemilikan sebagai Instrumen Ekonomi Islam
2.      Sebab-Sebab Kepemilikan dalam persefektif Islam
3.      Konsep Kepemilikan dalam Islam
4.      Pengertian dan Sejarah Uang
5.      Uang dalam Persefektif Islam
6.      Fungsi dan Jenis-Jenis Uang
Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi semua. Amin.,


Sesela, 25 Maret 2011
Penulis.





BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kepemilikan dan Kepemilikan sebagai Instrumen Ekonomi Islam

Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syari’ah[1]. Hal ini dikarenakan bahwa salah satu karakter yang ada pada setiap individu dalam kaitannya dengan kepentingan untuk bertahan dan berusaha mempertahankan eksistensi kehidupan adalah naluri mempertahankan diri, di samping naluri-naluri lain seperti naluri melangsugkan keturunan dengan pernikahan, dan naluri beragama. Ekspresi dari adanya naluri untuk mempertahankan diri tersebut itulah yang menjadikan manusia mencintai harta dan keinginan untuk memiliki harta demi melangsungkan hidupnya.
Sementara itu, term tentang kepemilikan ini dikenal dalam Bahasa Arab dengan Al-Milkiyah. Al-Milkiyah ini merupakan salah satu rekonstruksi atau asas dalam ekonomi Islam, sehingga term ini sering kali dijadikan sebagai pilar dalam kajian ekonomi Islam. Kepemilikan juga bisa berarti hak khusus yang didapatkan si pemilik harta sehingga dia mempunyai hak menkonsumsi atau menggunakan harta tersebut selama tidak melakukan penyelewengan dan pelanggaran pada garis-garis syari’ah yang sudah ditentukan. Pada dasarnya, harta itu sah untuk dimiliki secara pribadi kecuali harta yang telah disiapkan untuk kepentingan umum.
Adapun sejarah mencatat bahwa kehidupan manusia pada awal fase sejarah bersifat kelompok dalam mencari kehidupan karena manusia satu dengan yang lain tidak bisa lepas. Pada awalnya kepemilikan hanya menyangkut kebutuhan pribadi yang kemudian bergulirlah sebuah peradaban di mana mulai tampak hak milik individu sedikit demi sedikit dan mulai pudar dan sirna sistem kepemilikan kolektif. Masyarakat yang memulai peradaban ini adalah masyarakat Yunani dan Romawi yang sangat menghargai hak miliknya dengan sepenuh jiwa sebagai simbol kebesaran warisan leluhur nenek  moyangnya. Berawal dari sinilah falsafah Yunani menegaskan kebutuhan manusia akan merasa memiliki. Kepemilikan harus ada, baik bagi individu ataupun bagi masyarakat ( kolektif ). Dengan demikian awal sejarah kepemilikan sama dengan awal manusia itu sendiri. Beberapa filosofi berbeda pendapat tentang kepemilikan. Di antaranya adalah Aristoteles dan Plato[2]. Aristoteles mengatakan bahwa pribadi yang memiliki adalah faktor utama untuk terwujudnya masyarakat ideal. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kepemilikan kolektif melibatkan anak-anak dan perempuan.
Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang strategis dan berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia salah satunya meliputi kepemilikan. Kepemilikan dalam ekonomi Islam meliputi[3]
1.      kepemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara absolut ( mutlak ) terhadap sumber-sumber ekonomi.
2.      kepemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila orang itu mati, harus didistribusikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam.
3.      kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umumatau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.

  1. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam persefektif Islam
Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang disahkan Islam.kepemilikan menurut kaca mata Islam terjadi karena menjaga hak umum, transaksi pemindahan, dan penggantian posisi pemilikan. Sedangkan Taqiyuddin An-Nabani berpendapat bahwa sebab-sebab kepemilikan seorang atas suatu barang dapat diperoleh melalui lima sebab[4], yaitu:
1.         Bekerja
2.         Warisan
3.         Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
4.         Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat
5.         Harta yang diperoleh seorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. Meliputi hubungan pribadi seperti hibah atau hadiah, kepemilikan dari sebuah ganti rugi dari kemudharatan, atau seperti harta luqathah ( barang temuan).

  1. Konsep Kepemilikan dalam Islam
Dalam kaca mata agama Islam harta dan semua bentuk kekayaan pada hakikatnya adalah miliki Allah SWT secara absolut. Demikian juga harta dan kekayaan di alam semesta ini yang dianugrahkan untuk semua makhluk sesungguhnya merupakan pemberian Allah kepada semua makhluk untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh makhluk sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Pandangan ini bertolak belakang secara diametral dengan pandangan kapitalisme maupun sosialisme, yang keduanya berakar pada paradigma yang sama yaitu matrialisme. Kapitalisme mislanya, mereka berpendapat bahwa kekayaan yang dimiliki seseorang adalah merupakan hak milik muthlak baginya yang kemudia melahirkan pandangan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari dari pandangan hak asasi manusia.hal ini akan mendorong manusia untuk berusaha menciptakan suatu metode atau teknologi produksi demi memperoleh keuntungan dan pendapatan yang sebesar-besarnya sehingga terjadi using sumber daya alam yang membabi buta. Sedangkan sosialime mengutarakan pendapat yang tidak selaras dengan kapitalisme. Mereka berpendapat bahwa “ Semua kekayaan adalah milik negara dan negara akan memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Individu akan diberikan sebatas yang diperlukan dan dia akan bekerja sebatas kemampuannya.[5]”. Ini akan berimplikasi pada semua alat produksi dikuasai oleh negara, di samping itu para elit politik mengusai fasilitas-fasilitas publik, sehingga kemudian memicu munculnya praktek korupsi dan penyalahbunaan wewenang yang menimbulkan kerugian bagi negara dan rakyat.
Islam menentang konsep dualisme yang dipaparkan oleh kapitalisme dan sosialisme tersebut. Akan tetapi Islam memformulasikan dan memiliki pandangan yang khas mengenai konsep kepemilikan. Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap tingkah laku manusia harus berada dalam kerangka tuntunan syari’ah. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Akan tetapi Islam juga tidak mengafirmasikan adanya hak kepemilikan bersama.

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu[6];
1.      Kepemilikan Individu ( Milkiyah Fadhiah )
Yaitu izin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan individu, yaitu bekerja, warisan, keperluan harta untuk mempertahankan hidup, pemberian negara untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, dan terakhir adalah harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hadiah atau hibah.
2.       Kepemilikan Umum ( Milkiyah Ammah )
adalah  izin syariat kepada masyarakat secara kolektif memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang muthlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, hasil hutan, dan lain sebagainya.
3.      Kepemelikan Negara ( Milkiyah Daulah )
adalah izin syari’at atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan pemimpin sebagai kepala negara. Termasuk dalam katagori ini adalah harta gonimah dan jizyah.


  1. Pengertian dan Sejarah Uang
Menurut para ahli ekonomi masih belum ada kata sepakat tentang definisi uang secara spesifik. Adu definisi pun terjadi di kalangan mereka, yang disebabkan karena cara pandang dan mainside mereka yang berbeda-beda terhadap hakikat uang.
Dr. Muhammad Zaki Syafi’i misalnya, menurut beliau bahwa uang itu adalah segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban”.
 Sedangkan dari tokoh Konvensional seperti  J.P Coraward. Beliau mendefinisikan uang sebagai “ Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media penyimpan kekayaan”[7].
Adapun menurut Dr. Ahmad Hasan yang mendefinisikan uang setelah memperhatikan beberapa ungkapan para fuqaha’. Beliau mengatakan bahwa uang itu adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga dan media transaksi pertukaran.[8]
Pada peradaban awal, manusia dalam memenuhi kebutuhannya masih melakoninya secara mandiri. Mereka mendapat makanan dari berburu atau memakan makanan berbagai buah-buahan. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan fasilitas yang mereka gunakan masih sederhana dan belum membuthkan orang lain. Dalam sejarah, periode atau fase ini dikenal dengan periode prabarter. Saat itulah, manusia belum  mengenal trasaksi perdagangan atau kegiatana jual beli[9].
Seiring dengan pertumbuhan manusia dengan semakin majunya peradaban manusia, interaksi dan kegiatan antar sesama pun meningkat secara drastis. Jumlah dan jenis needs ( kebutuhan )  manusia semakin beragam dan bervariasi. Ketiak itulah, masing-masing individu  mulai tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian hanya untuk bercocok tanam, pada saat yang bersamaan ia tidak mampu memperoleh satu barang maka ia merelakan apa yang ia miliki demi memenuhi kebutuhannya. Akhirnya satu sama yang lain saling membutuhkan, karena tidak seorang idividu secara sempurna mempu memenuhi kebutuhannya sendiri. Perakter barter yang dilakoni oleh masing-masing individu tersebut mensyaratkan adanya wants yang sama pada waktu yang bersamaan dari pihak yang melakukan pertukaran ini. Akan tetapi kondisi demikian akan mempersulit transaksi antara masing-masing personal. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut dengan uang. Pertama kali uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.

  1. Uang dalam Persefektif Islam
Dalam arsip sejarah Islam, uang merupakan suatu yang diadopsi dari peradaban Romawi dan Persia. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam[10]. Seperti Dinar yang naik daun pada saat itu. Dinar adalah mata uang emas yang diambil dari Romawi sedangkan Dirham adalah mata uang perak yang merupakan warisan peradaban Persia. Sedangkan dalam Al-Qur’an ataupun Hadits bahwa dua mata uang sudah termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits. Seperti yang tersirat dalam QS. At-Taubah yang berbunyi.

يأيها الذين آمنوا إن كثيرا من الأحبار والرهبان ليأكلون أموال الناس بالباطل ويصدون عن سبيل الله والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها في سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم   
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan Rahib-Rahib Nasrani benar-benar memakan harta dengan jalan yang bathil dan meraka menghalang-halangi ( manusia ) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah mereka ( bahwa mereka akan mendapat ) siksa yang pedih. ( QS. At-Taubah; 34 )
Selain Dirham, masyarakat Arab sebelum Islam juga telah mengenal Dinar ( mata uang yang terbuat dari emas ). Dinar dan Dirham diperoleh bangsa Arab dari hasil perdagangan yang mereka lakukan dengan bangsa-bangsa di seputar jazirah Arab. Para pedagang kalau pulang dari Syam, mereka membawa pulang Dinar emas Romawi ( Byzantium ) dan membawa Dirham perak Persia ( Sassanid ) dari negeri Irak. Dinar dan Dirham yang digunakan bangsa Arab saat itu tidak didasarkan pada nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Jadi Dinar dan Dirham pada saat itu hanya dianggap sebagai kepingan emas dan perak biasa saja. Boleh jadi teknologi ketika itu belum mampu  membuat cetakan standar yang konstan beratnya sesuai dengan nominalnya. Untuk mengukur beratnya masyarakat Arab menggunakan standar timbangan khusus yang telah mereka miliki.

  1. Fungsi dan Jenis-Jenis Uang
Dalam sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang  adalah sebagai alat tukar ( medium of exchange ). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain, sperti uang sebagai standard of value ( pembakuan nilai ), store of value ( penyimpan kekayaan/nilai ), unit of account ( setuan penghitungan ), dan standard of deffered paymet ( pambakuan pembayaran tangguh )[11]. Yang dimaksud dengan istilah-istilah di atas adalah sebagai berikut:
1.      medium of exchange :
uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa. Mislanya seorang yang memilki apel dan membutuhkan beras, kalau dalam sistem barter pemilik apel akan mencari orang yang memiliki beras untuk ditukarkan. Tetapi dengan adanya uang, maka pemilik apel akan berusaha menjual apelnya dengan imbalan uang, lalu dengan uang tersebut ia mampu membeli beras.
2.      standard of value
yakni sebagai media penilai harga komoditi dan jasa, dan perbandingan harga komoditas dengan komoditas lainnya.
3.      store of value
maksudnya adalah bahwa orang yang mendapatkan uang, kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagin untuk membeli barang atau jasa yang dia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit mendadak atau  menghadapi kerugian yang tak terduga.
4.      unit of account
yaitu uang dijadikan sebagai standar ukuran nilai umum untuk menghitung harga komoditi dan jasa. Maka bisa diukur nilai setiap komoditi dan jasa atas dasar unit-unit uang.
5.      standard of deffered paymet
menurut Dr. Ismail Hasyim bahwa” transaksi terjadi  pada waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi diserahkan pada waktu yang akan datang. Karena itu dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga, dan uang bisa melakukan fungsi ini”.
Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem ekonomi kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah saja, melainkan sebagai komuditas. Uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikiab, maka uang juga dapat disewakan. Sedagkan dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange.  Ia bukan suatu komuditas yang bisa dijualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karaktristik uang adalah ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi.



Adapun mengenai jenis-jenis uang yatiu
1)      Uang Komoditas/Uang Barang, yaitu alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.
2)      Token Money/Uang Tanda/Kertas.
3)      Deposit Money/ Uang Giral. Yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank-bank konvensional melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya.














BAB III
KESIMPULAN
            Ada beberapa konklusi yang pemakalah bisa petik dari makalah ini, di antaranya adalah
ü  Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syari’ah
ü  Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap tingkah laku manusia harus berada dalam kerangka tuntunan syari’ah. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Akan tetapi Islam juga tidak mengafirmasikan adanya hak kepemilikan bersama.
ü  uang itu adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga dan media transaksi pertukaran.
ü  fungsi utama uang  adalah sebagai alat tukar ( medium of exchange ). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain, sperti uang sebagai standard of value ( pembakuan nilai ), store of value ( penyimpan kekayaan/nilai ), unit of account ( setuan penghitungan ), dan standard of deffered paymet ( pambakuan pembayaran tangguh ).
ü  Ada 3 jenis uang yaitu, Uang Komoditas/Uang Barang, Token Money/Uang Tanda/Kertas, dan Deposit Money/ Uang Giral.















DAFTAR PUSTAKA
1.      Drs. Muhammad, M. Ag. “Ekonomi Makro dalam Pesfektif Islam”. BPFE-YOGYAKARTA. 2005
2.      Taqyuddin An-Nabani, Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Penterjemah : Moh.Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti,1999.
3.      Imamudin Yuliadi, SE.M.Si. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. ( Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2001
4.      Dr. Ahmad Hasan. “ Mata Uang Islami”. PT. RADJA GRAFINDO PERSADA. Jakarta. 2004
5.      Mustafa Edwin Nasution. Dkk “Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam”. KENCANA. Jakarta. 2006.
6.      Nurul Huda. Dkk. “ Ekonomi Makro Islam”, KENCANA. Jakarta. 2008


[1] Drs. Muhammad, M. Ag. “Ekonomi Makro dalam Pesfektif Islam”. BPFE-YOGYAKARTA. 2005. hlm.101
[2] Ibid
[3] Ibid. hlm.85
[4] Taqyuddin An-Nabani, Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Penterjemah : Moh.Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti,1999. 
[5] Imamudin Yuliadi, SE.M.Si. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. ( Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2001) hl; 111
[6] Ibid, hl. 112
[7] Dr. Ahmad Hasan. “ Mata Uang Islami”. PT. RADJA GRAFINDO PERSADA. Jakarta. 2004. hl 10.
[8] Ibid. hl. 9
[9] Mustafa Edwin Nasution. Dkk “Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam”. KENCANA. Jakarta. 2006. hl. 239
[10] Ibid. hl. 242
[11] Nurul Huda. Dkk. “ Ekonomi Makro Islam”, KENCANA. Jakarta. 2008; hl  78

0 comments: