Sunday, June 17, 2012

ANALISA PERBANDINGAN DSN DENGAN PBI TENTANG MUSYARAKAH


BAB I
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
            Alhamdulilahirobil’alamin ,puji  sukur atas kehadirat  allah SWT. Saya ucapkan atas rahmad dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini .Tanpa ridha dan hidayahnya  saya mustahil bisa menyelesaikan makalah  yang berjudul  ANALISA PERBAN DINGAN DSN DAN PBI TENTTANG MUSYAROKAH  .Sekalipun makalah ini ringkas tetapi banyak mengandung makna yang berarti bag kehidupan kita sehari hari  .Saya minta  ma’af jika terjadi kesalahan dalam penulisan makalah ini  karena manusia itu tidak pernah  luput  dari kesalahan dan khilaf
            Seiring denga  perjalanan ini saya terus berusha semaksimal mungkin untuk   meyempurnakan  makalah ini . Dengan peyempurnaan  ini meskipun jauh dari sempurna,oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak , khususnya dosen yang bersangkutan dalam  makalah in dan teman-teman  seprofesi menjadi harapan bagi saya guna perbaikan  selanjutnya.
            Akhirnya  permohonan dan harapan saya semoga apa yang  saya lakuakan  mendapatkan  ridho dan  kebaikan dari Allah SWT
            Wasalamualaikum Wr .wb


                                                      PENULIS   


BAB II

A.            PENGERTIAN  MUSYARAKA

Musyarakah adalah akad kerja sama  antara dua pihak atau lebih untuk suatu  usaha tertentu dimana masing –masing memberikan konstribusi dana dengan dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan


 B           .Dewan Syari’ah Nasional setelah Menimbang

a )    bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejah-teraan dan usaha terkadang      memerlukan dana dari `pihak     lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa    keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan;
b.)  bahwa pembiayaan musyarakah yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keun-tungan maupun resiko kerugian, kini telah dilakukan oleh lembaga keuangan syari’ah (LKS);
c.  bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang musyarakah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
 1.  Firman Allah QS. Shad [38]: 24:
…وَإِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ
“…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari        mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini….”

2.   Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

3.   Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَا خَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا.
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
4.   Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang    mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
5.   Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu.
6.   Ijma’ Ulama atas keboleh musyarakah.
7.   Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan  :  Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421
1.   Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
a.    kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.    Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.    Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2.   Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.    Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.    Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c.    Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d.    Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e.    Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3.   Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.    Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2)   Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3)   Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.    Kerja
1)   Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2)   Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.    Keuntungan
1)   Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2)   Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3)   Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
4)   Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.    Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara pro-porsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4.   Biaya Operasional dan Persengketaan
a.    Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b.    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Top of Form

C PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH BAGI BANK       SYARIAH
 Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: .
1. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan  usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas BankUmum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah..
3. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
 a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
TATACARA PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(1) Pembiayaan dalam bentuk  mudharabah  atau  musyarakah dapat direstrukturisasi dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling);
b. persyaratan kembali (reconditioning); dan
c. penataan kembali (restructuring).
 D . ANALISIS PERBANDINGAN  PBI DAN DSN TENTANG MUSYARAKAH
v  DSN tentang Musyarakah
Ø  bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejah-teraan dan usaha terkadang   memerlukan dana dari `pihak     lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa    keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan;
Ø  bahwa pembiayaan musyarakah yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keun-tungan maupun resiko kerugian, kini telah dilakukan oleh lembaga keuangan syari’ah (LKS);
Ø  bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang musyarakah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
.  Firman Allah QS. Shad [38]: 24:
…وَإِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ
“…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari        mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini….”

v  PBI  tentang Musyarakah
Ø  Pembiayan musyarakah adalah peyeedia dana atau tagihan yang di persamakan berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah
Ø  Pasal  15  tentang tata cara pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah dengan cara :
·         Penjadualan kembali (rescheduling )
·         Persyaratan kembali (reconditining )
·         Penataan kembali (restructuring )
 
BAB III
KESIMPULAN
Musyarakah adalah akad kerja sama  antara dua pihak atau lebih untuk suatu  usaha tertentu dimana masing –masing memberikan konstribusi dana dengan dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
untuk meningkatkan kesejah-teraan dan usaha terkadang     memerlukan dana dari `pihak     lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa    keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan . .)  bahwa pembiayaan musyarakah yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keun-tungan maupun resiko kerugian, kini telah dilakukan oleh lembaga keuangan syari’ah (LKS);
Peraturan bank syariah tentang RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARI’AH  DAN UNIT USAHA SYARI’AH  gubernur BI menimbang . bahwa untuk menghindari risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya, . bahwa salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar , bahwa restrukturisasi pembiayaan harus memperhatikan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian, . bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu diatur kembali ketentuan mengenai Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Peraturan Bank Indonesia.

0 comments: