Monday, April 30, 2012

Kepemilikan


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karuni-Nya kepada semua makhluk yang ada di atas muka bumi. Shalawat dan salam senantiasa kita lantukan dan hadiahkan pada sosok sentral dan publik pigur umat Islam yaitu Nabi Muhammad SAW yang sukses mengaktualisasikan nilai-nilai serta perintah yang diwahyukan kepada-Nya sehingga kredebelitas-Nya sebagai Musyarri’ ( pembuat syariah )  tidak dapat diragukan.
Hal yang fundamental dari makalah ini adalah masih simpang siurnya tentang konsep kepemilikan dalam kancah perekonomian. Hal dapat memicu kekicruhan  dalam mengartikan atau menginterpretasikan serta mengaktualisasikan masalah term atau konsep kepemilikan. Terutama menurut pandangan ekonomi Qur’ani ( Islam ).

  1. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah para pembaca dalam menela’ah atau memberi kritikan serta saran terhadap  makalah in alangkah baiknya kami cantumkan rumusan masalah yang termuat dalam makalah ini, yaitu
1.      Pengertian Kepemilikan dan Kepemilikan sebagai Instrumen Ekonomi Islam
2.      Sebab-Sebab Kepemilikan dalam persefektif Islam
3.      Konsep Kepemilikan dalam Islam
4.      Pengertian dan Sejarah Uang
5.      Uang dalam Persefektif Islam
6.      Fungsi dan Jenis-Jenis Uang
Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi semua. Amin.,


Sesela, 25 Maret 2011
Penulis.





BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kepemilikan dan Kepemilikan sebagai Instrumen Ekonomi Islam

Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syari’ah[1]. Hal ini dikarenakan bahwa salah satu karakter yang ada pada setiap individu dalam kaitannya dengan kepentingan untuk bertahan dan berusaha mempertahankan eksistensi kehidupan adalah naluri mempertahankan diri, di samping naluri-naluri lain seperti naluri melangsugkan keturunan dengan pernikahan, dan naluri beragama. Ekspresi dari adanya naluri untuk mempertahankan diri tersebut itulah yang menjadikan manusia mencintai harta dan keinginan untuk memiliki harta demi melangsungkan hidupnya.
Sementara itu, term tentang kepemilikan ini dikenal dalam Bahasa Arab dengan Al-Milkiyah. Al-Milkiyah ini merupakan salah satu rekonstruksi atau asas dalam ekonomi Islam, sehingga term ini sering kali dijadikan sebagai pilar dalam kajian ekonomi Islam. Kepemilikan juga bisa berarti hak khusus yang didapatkan si pemilik harta sehingga dia mempunyai hak menkonsumsi atau menggunakan harta tersebut selama tidak melakukan penyelewengan dan pelanggaran pada garis-garis syari’ah yang sudah ditentukan. Pada dasarnya, harta itu sah untuk dimiliki secara pribadi kecuali harta yang telah disiapkan untuk kepentingan umum.
Adapun sejarah mencatat bahwa kehidupan manusia pada awal fase sejarah bersifat kelompok dalam mencari kehidupan karena manusia satu dengan yang lain tidak bisa lepas. Pada awalnya kepemilikan hanya menyangkut kebutuhan pribadi yang kemudian bergulirlah sebuah peradaban di mana mulai tampak hak milik individu sedikit demi sedikit dan mulai pudar dan sirna sistem kepemilikan kolektif. Masyarakat yang memulai peradaban ini adalah masyarakat Yunani dan Romawi yang sangat menghargai hak miliknya dengan sepenuh jiwa sebagai simbol kebesaran warisan leluhur nenek  moyangnya. Berawal dari sinilah falsafah Yunani menegaskan kebutuhan manusia akan merasa memiliki. Kepemilikan harus ada, baik bagi individu ataupun bagi masyarakat ( kolektif ). Dengan demikian awal sejarah kepemilikan sama dengan awal manusia itu sendiri. Beberapa filosofi berbeda pendapat tentang kepemilikan. Di antaranya adalah Aristoteles dan Plato[2]. Aristoteles mengatakan bahwa pribadi yang memiliki adalah faktor utama untuk terwujudnya masyarakat ideal. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kepemilikan kolektif melibatkan anak-anak dan perempuan.
Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang strategis dan berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia salah satunya meliputi kepemilikan. Kepemilikan dalam ekonomi Islam meliputi[3]
1.      kepemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara absolut ( mutlak ) terhadap sumber-sumber ekonomi.
2.      kepemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila orang itu mati, harus didistribusikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam.
3.      kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umumatau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.

  1. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam persefektif Islam
Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang disahkan Islam.kepemilikan menurut kaca mata Islam terjadi karena menjaga hak umum, transaksi pemindahan, dan penggantian posisi pemilikan. Sedangkan Taqiyuddin An-Nabani berpendapat bahwa sebab-sebab kepemilikan seorang atas suatu barang dapat diperoleh melalui lima sebab[4], yaitu:
1.         Bekerja
2.         Warisan
3.         Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
4.         Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat
5.         Harta yang diperoleh seorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. Meliputi hubungan pribadi seperti hibah atau hadiah, kepemilikan dari sebuah ganti rugi dari kemudharatan, atau seperti harta luqathah ( barang temuan).

  1. Konsep Kepemilikan dalam Islam
Dalam kaca mata agama Islam harta dan semua bentuk kekayaan pada hakikatnya adalah miliki Allah SWT secara absolut. Demikian juga harta dan kekayaan di alam semesta ini yang dianugrahkan untuk semua makhluk sesungguhnya merupakan pemberian Allah kepada semua makhluk untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh makhluk sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Pandangan ini bertolak belakang secara diametral dengan pandangan kapitalisme maupun sosialisme, yang keduanya berakar pada paradigma yang sama yaitu matrialisme. Kapitalisme mislanya, mereka berpendapat bahwa kekayaan yang dimiliki seseorang adalah merupakan hak milik muthlak baginya yang kemudia melahirkan pandangan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari dari pandangan hak asasi manusia.hal ini akan mendorong manusia untuk berusaha menciptakan suatu metode atau teknologi produksi demi memperoleh keuntungan dan pendapatan yang sebesar-besarnya sehingga terjadi using sumber daya alam yang membabi buta. Sedangkan sosialime mengutarakan pendapat yang tidak selaras dengan kapitalisme. Mereka berpendapat bahwa “ Semua kekayaan adalah milik negara dan negara akan memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Individu akan diberikan sebatas yang diperlukan dan dia akan bekerja sebatas kemampuannya.[5]”. Ini akan berimplikasi pada semua alat produksi dikuasai oleh negara, di samping itu para elit politik mengusai fasilitas-fasilitas publik, sehingga kemudian memicu munculnya praktek korupsi dan penyalahbunaan wewenang yang menimbulkan kerugian bagi negara dan rakyat.
Islam menentang konsep dualisme yang dipaparkan oleh kapitalisme dan sosialisme tersebut. Akan tetapi Islam memformulasikan dan memiliki pandangan yang khas mengenai konsep kepemilikan. Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap tingkah laku manusia harus berada dalam kerangka tuntunan syari’ah. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Akan tetapi Islam juga tidak mengafirmasikan adanya hak kepemilikan bersama.

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu[6];
1.      Kepemilikan Individu ( Milkiyah Fadhiah )
Yaitu izin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan individu, yaitu bekerja, warisan, keperluan harta untuk mempertahankan hidup, pemberian negara untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, dan terakhir adalah harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hadiah atau hibah.
2.       Kepemilikan Umum ( Milkiyah Ammah )
adalah  izin syariat kepada masyarakat secara kolektif memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang muthlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, hasil hutan, dan lain sebagainya.
3.      Kepemelikan Negara ( Milkiyah Daulah )
adalah izin syari’at atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan pemimpin sebagai kepala negara. Termasuk dalam katagori ini adalah harta gonimah dan jizyah.


  1. Pengertian dan Sejarah Uang
Menurut para ahli ekonomi masih belum ada kata sepakat tentang definisi uang secara spesifik. Adu definisi pun terjadi di kalangan mereka, yang disebabkan karena cara pandang dan mainside mereka yang berbeda-beda terhadap hakikat uang.
Dr. Muhammad Zaki Syafi’i misalnya, menurut beliau bahwa uang itu adalah segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban”.
 Sedangkan dari tokoh Konvensional seperti  J.P Coraward. Beliau mendefinisikan uang sebagai “ Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media penyimpan kekayaan”[7].
Adapun menurut Dr. Ahmad Hasan yang mendefinisikan uang setelah memperhatikan beberapa ungkapan para fuqaha’. Beliau mengatakan bahwa uang itu adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga dan media transaksi pertukaran.[8]
Pada peradaban awal, manusia dalam memenuhi kebutuhannya masih melakoninya secara mandiri. Mereka mendapat makanan dari berburu atau memakan makanan berbagai buah-buahan. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan fasilitas yang mereka gunakan masih sederhana dan belum membuthkan orang lain. Dalam sejarah, periode atau fase ini dikenal dengan periode prabarter. Saat itulah, manusia belum  mengenal trasaksi perdagangan atau kegiatana jual beli[9].
Seiring dengan pertumbuhan manusia dengan semakin majunya peradaban manusia, interaksi dan kegiatan antar sesama pun meningkat secara drastis. Jumlah dan jenis needs ( kebutuhan )  manusia semakin beragam dan bervariasi. Ketiak itulah, masing-masing individu  mulai tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian hanya untuk bercocok tanam, pada saat yang bersamaan ia tidak mampu memperoleh satu barang maka ia merelakan apa yang ia miliki demi memenuhi kebutuhannya. Akhirnya satu sama yang lain saling membutuhkan, karena tidak seorang idividu secara sempurna mempu memenuhi kebutuhannya sendiri. Perakter barter yang dilakoni oleh masing-masing individu tersebut mensyaratkan adanya wants yang sama pada waktu yang bersamaan dari pihak yang melakukan pertukaran ini. Akan tetapi kondisi demikian akan mempersulit transaksi antara masing-masing personal. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut dengan uang. Pertama kali uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.

  1. Uang dalam Persefektif Islam
Dalam arsip sejarah Islam, uang merupakan suatu yang diadopsi dari peradaban Romawi dan Persia. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam[10]. Seperti Dinar yang naik daun pada saat itu. Dinar adalah mata uang emas yang diambil dari Romawi sedangkan Dirham adalah mata uang perak yang merupakan warisan peradaban Persia. Sedangkan dalam Al-Qur’an ataupun Hadits bahwa dua mata uang sudah termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits. Seperti yang tersirat dalam QS. At-Taubah yang berbunyi.

يأيها الذين آمنوا إن كثيرا من الأحبار والرهبان ليأكلون أموال الناس بالباطل ويصدون عن سبيل الله والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها في سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم   
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan Rahib-Rahib Nasrani benar-benar memakan harta dengan jalan yang bathil dan meraka menghalang-halangi ( manusia ) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah mereka ( bahwa mereka akan mendapat ) siksa yang pedih. ( QS. At-Taubah; 34 )
Selain Dirham, masyarakat Arab sebelum Islam juga telah mengenal Dinar ( mata uang yang terbuat dari emas ). Dinar dan Dirham diperoleh bangsa Arab dari hasil perdagangan yang mereka lakukan dengan bangsa-bangsa di seputar jazirah Arab. Para pedagang kalau pulang dari Syam, mereka membawa pulang Dinar emas Romawi ( Byzantium ) dan membawa Dirham perak Persia ( Sassanid ) dari negeri Irak. Dinar dan Dirham yang digunakan bangsa Arab saat itu tidak didasarkan pada nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Jadi Dinar dan Dirham pada saat itu hanya dianggap sebagai kepingan emas dan perak biasa saja. Boleh jadi teknologi ketika itu belum mampu  membuat cetakan standar yang konstan beratnya sesuai dengan nominalnya. Untuk mengukur beratnya masyarakat Arab menggunakan standar timbangan khusus yang telah mereka miliki.

  1. Fungsi dan Jenis-Jenis Uang
Dalam sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang  adalah sebagai alat tukar ( medium of exchange ). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain, sperti uang sebagai standard of value ( pembakuan nilai ), store of value ( penyimpan kekayaan/nilai ), unit of account ( setuan penghitungan ), dan standard of deffered paymet ( pambakuan pembayaran tangguh )[11]. Yang dimaksud dengan istilah-istilah di atas adalah sebagai berikut:
1.      medium of exchange :
uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa. Mislanya seorang yang memilki apel dan membutuhkan beras, kalau dalam sistem barter pemilik apel akan mencari orang yang memiliki beras untuk ditukarkan. Tetapi dengan adanya uang, maka pemilik apel akan berusaha menjual apelnya dengan imbalan uang, lalu dengan uang tersebut ia mampu membeli beras.
2.      standard of value
yakni sebagai media penilai harga komoditi dan jasa, dan perbandingan harga komoditas dengan komoditas lainnya.
3.      store of value
maksudnya adalah bahwa orang yang mendapatkan uang, kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagin untuk membeli barang atau jasa yang dia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit mendadak atau  menghadapi kerugian yang tak terduga.
4.      unit of account
yaitu uang dijadikan sebagai standar ukuran nilai umum untuk menghitung harga komoditi dan jasa. Maka bisa diukur nilai setiap komoditi dan jasa atas dasar unit-unit uang.
5.      standard of deffered paymet
menurut Dr. Ismail Hasyim bahwa” transaksi terjadi  pada waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi diserahkan pada waktu yang akan datang. Karena itu dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga, dan uang bisa melakukan fungsi ini”.
Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem ekonomi kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah saja, melainkan sebagai komuditas. Uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikiab, maka uang juga dapat disewakan. Sedagkan dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange.  Ia bukan suatu komuditas yang bisa dijualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karaktristik uang adalah ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi.



Adapun mengenai jenis-jenis uang yatiu
1)      Uang Komoditas/Uang Barang, yaitu alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.
2)      Token Money/Uang Tanda/Kertas.
3)      Deposit Money/ Uang Giral. Yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank-bank konvensional melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya.














BAB III
KESIMPULAN
            Ada beberapa konklusi yang pemakalah bisa petik dari makalah ini, di antaranya adalah
ü  Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syari’ah
ü  Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap tingkah laku manusia harus berada dalam kerangka tuntunan syari’ah. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Akan tetapi Islam juga tidak mengafirmasikan adanya hak kepemilikan bersama.
ü  uang itu adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga dan media transaksi pertukaran.
ü  fungsi utama uang  adalah sebagai alat tukar ( medium of exchange ). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain, sperti uang sebagai standard of value ( pembakuan nilai ), store of value ( penyimpan kekayaan/nilai ), unit of account ( setuan penghitungan ), dan standard of deffered paymet ( pambakuan pembayaran tangguh ).
ü  Ada 3 jenis uang yaitu, Uang Komoditas/Uang Barang, Token Money/Uang Tanda/Kertas, dan Deposit Money/ Uang Giral.















DAFTAR PUSTAKA
1.      Drs. Muhammad, M. Ag. “Ekonomi Makro dalam Pesfektif Islam”. BPFE-YOGYAKARTA. 2005
2.      Taqyuddin An-Nabani, Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Penterjemah : Moh.Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti,1999.
3.      Imamudin Yuliadi, SE.M.Si. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. ( Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2001
4.      Dr. Ahmad Hasan. “ Mata Uang Islami”. PT. RADJA GRAFINDO PERSADA. Jakarta. 2004
5.      Mustafa Edwin Nasution. Dkk “Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam”. KENCANA. Jakarta. 2006.
6.      Nurul Huda. Dkk. “ Ekonomi Makro Islam”, KENCANA. Jakarta. 2008


[1] Drs. Muhammad, M. Ag. “Ekonomi Makro dalam Pesfektif Islam”. BPFE-YOGYAKARTA. 2005. hlm.101
[2] Ibid
[3] Ibid. hlm.85
[4] Taqyuddin An-Nabani, Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Penterjemah : Moh.Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti,1999. 
[5] Imamudin Yuliadi, SE.M.Si. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. ( Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2001) hl; 111
[6] Ibid, hl. 112
[7] Dr. Ahmad Hasan. “ Mata Uang Islami”. PT. RADJA GRAFINDO PERSADA. Jakarta. 2004. hl 10.
[8] Ibid. hl. 9
[9] Mustafa Edwin Nasution. Dkk “Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam”. KENCANA. Jakarta. 2006. hl. 239
[10] Ibid. hl. 242
[11] Nurul Huda. Dkk. “ Ekonomi Makro Islam”, KENCANA. Jakarta. 2008; hl  78
Continue reading Kepemilikan

hipotek kapal laut


BAB I
PENDAHULUAN


Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir. Objek hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP secara tegas melarangnya.
Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25 UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
Pasal 1163 ayat 1 KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut asas tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani masing-masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Dalam makalah ini, objek kajian yang akan diangkat dalam pembahasan hipotek kali ini adalah mengenai hipotek kapal laut, yang meliputi:
1.      Pengertian hipotek kapal laut;
2.      Dasar hukum hipotek kapal laut;
3.      Subjek dan objek hipotek kapal laut;
4.      Prosedur dan syarat-syarat pembebanan hipotek kapal laut;
5.      Sifat perjanjian hipotek kapal laut;
6.      Hak dan kewajiban pemberi dan penerima hipotek;
7.      Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut;
8.      Hapusnya hipotek kapal laut; dan
9.      Pencoretan akta kapal hipotek kapal laut.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hipotek Dasar Hukum Hipotek
Pengertian hifotek dapat dilihat dalam Pasal 1162 Kitab Undang-undang Perdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan[1].
Vollmar mengartikan hipotek dengan:“Sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang-undang hukum perdata, praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti sesungguhnya ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang perlu dibahas, walau demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek ini dalam agunan kapal laut dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu diketahui bersama. Oleh sebab itulah, hipotek identik kepada benda tak bergerka seperti kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan di lain term hipotek dikhususkan pada term Hipotek Kpaal Laut. Hipotek Kapal Laut mempunyai dua term yang berbeda, masing-masing dari dua term tersebut memiliki konsep tersndiri. Dari sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek yang ada pada kapal laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1 angka (2) dan pasal 49 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. Kapal adalah: ”Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut, serta alat apaung dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah-pindah.”
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;
  1. Tenaga mekanik;
  2. Tenaga angin atau ditunda
  3. Berdaya dukung dinamis
  4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan
  5. Alat apung dan bangunan terapung
Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas 20 m3. perbedaan berat, akan berperngaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia, sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3, mak pembebanannya menggunakan hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor di atas 20 m3) diberikan dengan akta autentik, guna menjamin tagihan hutang“.
Unsur-unsur yang terkandung dalam hipotek kapal adalah:
  1. Adanya hak kebendaan;
  2. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3
  3. Kapal tesebut harus yang dibukukan
  4. Diberikan dengan akta autentik; dan
  5. Menjamin tagihan hutang
Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang-undang. Orang tidak boleh atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah ditentukan oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan adalah hak untuk menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang berhak/kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang yang dibebani hipotek.[2] Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan dengan akta autentik maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.
Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal tersebut memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Apabila debitur wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat dilakukan pelelangan di muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1.      Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai ketentuan itu diatur tentang:
a.       Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan pasal 1178 KUHP )
b.      Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal 1179 sampai dengan pasal 1194 KUHP )
c.       Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197 KUHP );
d.      Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang yang dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e.       Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)
f.       Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221 sampai dengan pasal 1232 KUHP )
2.      Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314 KUHD berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. Pasal 315 KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur tentang piutang yang diberi hak mendahului atas kapal. Piutang-piutang yang didahulukan itu, antara lain:
a.       Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal itu.
b.       Biaya sita lelang
c.       Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d.      Tagihan  karena penubrukan
3.      Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda
4.      Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran
Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:
a.       Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;
b.      Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada, namun di dalam penjelasan UU No 21 tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B.     Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut
Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yaitu pemberi hipotek (Hypotheekgever) dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan/zakelijke recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer. Hypothekhouder atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan lembaga keuangan non bank.
Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi mengeluarkan surat-surat gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata. Objek hipotek yaitu:
1.      Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya.
2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3.      Hak numpang karang dan hak usaha
4.      Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah.
5.      Bunga seperti semula.
6.      Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan-pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHP. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani hipotek yaitu:

1.      Benda bergerak;
2.      Benda dari orang yang belum dewasa;
3.      Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan;
4.      Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.
C.    Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut
Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transfortasi laut, namun kapal tersebut dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah:
1.    Kapal yang sudah didaftar; dan
2.    Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut adalah:
1.      Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;
2.      Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang merupakan syarat-syarat pembuat akta hipotek);
3.      Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);
4.      Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh Appresor);
5.      Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran perundang-undangan yang berlaku.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.
Variasi para pihak yang menghadap adalah:
1.      Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya);
2.      Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur;
3.      Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur.
Syarat bagi pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya) yang menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2.      Perjanjian kredit.
Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur adalah:
1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;
2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan
3.      Perjanjian kredit.
Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah
1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;
2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
3.      Perjanjian kredit.
Ketiga syarat itu dijelaskan secara singkat berikut ini:
1.      Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek
Surat kuasa memasang hipotek merupakan serat kuasa yang dibuat di muka atau di hadapan notarais. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat kuasa ini adalah bahwa pemilik kapal memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya. Kepentingan dari pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan hipotek kapal laut. Latar belakang adanya surat kuasa  ini karena pemilik kapal tidak dapat mengurusnya secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk seorang kuasa untuk kepentingannya.
2.      Grosse Akta Pendaftaran Atau Balik Nama
Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut. Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftar pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah:
a.       Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yang berada di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari negara bendera;
b.      Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c.       Dapat dipasang atau dibebani hipotek.
Syarat kapal yang didaftar di Indonesia adalah:
a.       Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau dengan yang dinilai sama dengan itu;
b.      Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992 tentang pelayaran).
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:
a.       Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;
b.      Bukti kepemilikan kapal;
c.       Identitas pemilik;
d.      Surat ukur (sementara atau tetap);
e.       Bukti pelunasan BBN;
f.       Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah didaftarkan di luar negeri (Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).
Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka pejabat pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal. Menurut akta kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar dan pencatat nama kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal. Penomoran dilakukan secara berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan urutan penanda tangan sampai dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka nomor 1. Sedangkan grosse akta, yaitu salinan dari minut akta, yang hanya ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Bila pegawai pembatu ini berhalangan, dapat ditandatangani oleh pejabat pendaftar. Grosse akta ini diberikan kepada pemilik setelah tanda pendaftaran dipasang, sebagai bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula sebagai bukti hak milik kapal (BHK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli, surat keterangan tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun sebagai berikut : 1996 Ba No. 13/L. Artinya:
1996    : Adalah tahun saat dilakukan pendaftaran
Ba        : Adalah kode pengukuran dari tempat pendaftaran
13        : Nomor pendaftaran
L          : Kategori kapal.
L          : Untnuk kapal laut
N         : Untuk kapal nelayan
P          : Untuk kapal pedalaman
Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun pemilik dalam negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta balik nama merupakan akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada pemilik baru. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta balik nama adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Permohonan akta balik nama dilampiri dengan:
a.       Asli grosse akta pendaftaran;
b.      Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual beli, akta hibah, dll);
c.       Identitas pemilik;
d.      Surat ukur;
e.       Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).
Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat pendaftar dan pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi manjadi 2 (dua) macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik nama kapal. Minut akta balik nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Sedangkan grosse akta balik nama ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Grosse akta balik nama ini diserahkan kepada pemilik kapal.
3.      Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam perjanjian kredit adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman, suku bunganya, dan jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah dituangkan dalam bentuk standar (form) atau yang sudah dibakukan. Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlanya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu”. Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya.
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:
a.       Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b.      Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian.
c.       Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d.      Bentuk tertentu (tertulis).
e.       Dipersiapkan secara masal dan kolektif.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, maka perjanjian itu dianggap tidak ada, karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dalam praktiknya, seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani perjanjian tersebut tanpa dibacakan isinya. Tetapi isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya, karena kreditur tidak hanya membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi ia juga membebani debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga sebesar 50% dari besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang yang harus dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa penerapan denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan dan diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk menolak pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus membayar pokok, bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1.      Perjanjian baku sepihak;
2.      Perjanjian baku timbal balik;
3.      Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
4.      Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokad.
D.    SIFAT PERJANJIAN HIPOTEK KAPAL LAUT
Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian accessoir merupakan perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal laut merupakan perjanjian accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian hipotek kapal ini adalah tergantung pada perjanjian pokoknya.
E.     Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek
Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban kedua belah pihak.
1.    Hak pemberi hipotek:
a.    Tetap menguasai bendanya;
b.    Mempergunakan bendanya;
c.    Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek;
d.   Berhak menerima uang pinjaman.
2.    Kewajiban pemegang hipotek:
a.    Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek;
b.    Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga;
3.    Hak pemegan hipotek:
a.    Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika debitur wanprestasi;
b.    Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.

F.     Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut
Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada substansi perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik kapal) dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,jangka menengah, dan jangka panjang (UU No. 7 Th. 1992 jo. UU No. 10 Th. 1998 tentang perbankan).
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang jangka waktunya selama 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai sebuah kapal atau biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah ini memilih kredit yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun ke atas.

G.    Hapusnya Hipotek Kapal Laut
Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas kapal laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu:
1.      Hapusnya perikatan pokok;
2.      Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
3.      Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.
Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek menurut ketentuan ini adalah karena:
1.      Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;
2.      Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal;
3.      Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;
4.      Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan haknya kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya;
5.      Karena percampuran.
H.    Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut
Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga keuangan nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek tersebut. Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar dan pencatat baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram. Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek asli. Pelaksanaan roya adalah:
1.      Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan
2.      Membuat catatan roya pada daftar induk.
Bunyi catatan roya pada grosse akte hipotek asli adalah kredit yang telah dijamin dengan kapal laut telah dibayar lunas oleh debitur.




























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pengertian hipotek kapal laut menurut Pasal 1162 Kitab Undang-undang Perdata mendefinisikan hifotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dasar hukum hipotek kapal laut dapat ditemukan pada Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHPerdata.
Subjek hipotek kapal laut adalah orang-orang yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yakni terutama pihak pemberi hipotek (debitur) dan pihak penerima hipotek (kreditur).
Kapal yang dapat dijadikan jaminan (objek hipotek) adalah:
1.                  Kapal yang sudah didaftar; dan
2.                  Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang jangka waktunya selama 3 tahun ke atas.
Hapusnya hipotek menurut pasal 1209 KUHPerdata karena 3 hal, yaitu:
1.    Hapusnya perikatan pokok;
2.    Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
3.    Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.









DAFTAR PUSTAKA

H. Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grapindo Persada Jakarta: 2005
Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta: 2003


























DAFTAR ISI



BAB  I  : Pendahuluan -------------------------------------------------------------------- 1
BAB II  : Pembahasan--------------------------------------------------------------------- 2
A. Pengertian Hipotek Kapal Laut---------------------------------------------------- 2
B. Dasar Hukum  Hipotek Kapal Laut ----------------------------------------------- 3                      
C. Sumber dan Objek Hipotek Kapal Laut-------------------------------------------- 5
D. Prosedur dan Syarat-syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut-------------------- 6
E. Sifat Perjanjian Hipotek Kapal Laut ---------------------------------------------- 11
F. Hak dan Kewajiban antar Pemberi dan Penerima Hipotek ----------------------- 12
G. Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut -------------------------------------- 12
H. Hapusnya Hipotek Kapal Laut --------------------------------------------------- 13
I  . Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut ------------------------------------ 13
BAB III  : Penutup ------------------------------------------------------------------------ 14
Kesimpulan --------------------------------------------------------------------------- 14
DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------------- 15





TUGAS
HUKUM JAMINAN
“HIPOTEK”

















OLEH:
SUHAEDI : 152 105 013





INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
FAKULTAS SYARIAH
2012









[1] Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak Isimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana. 2005.) hl. 221

Continue reading hipotek kapal laut