Tuesday, April 2, 2013

,

MAKALAH BAI'AT


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah atas segala rahmat-Nya yang telah memberikan kesempatan waktu bagi penulis dalam menyusun tugas kelompok ini. Dan shalawat beserta salam, penulis hanturkan kepada Nabi  Muhammad SAW yang telah memberikan inspirasi kepada penulis akan arti dan penerapan bidang-bidang Fiqh Siyasah.
Makalah ini ditulis penulis sebagai tugas mata kuliah Fiqh Siyasah. Dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep ahl al-hall wal ’aqd, ummah, ra’iyyah, dan bai’ah. Tiada Manusia yang Sempurna, begitupun dengan makalah ini. Masih ada beberapa kesalahan yang ada tanpa disadari oleh penulis, oleh karena itu penulis harapkan akan adanya kritik dan saran atas makalah ini yang membangun. Dan dari penulis sendiri kami ucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

MATARAM, ___ April 2013

PENULIS



BAB I
PEMBAHASAN
BAI’AT
Bai’at (mubaya’ah): pengakuan mematuhi dan menaati imam yang dilakukan oleh ahlul halli wal ‘aqdi dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan.[1] Diaud-din Rais mengutip pendapat Ibnu Khaldun tentang bai’at ini, dan menjelaskan : adalah mereka apabila membai’atkan seorang amir dan mengikatkan perjanjian. Hal itu serupa dengan perbuatan si penjual dan si pembeli. Karena itu dinamakanlah dia bai’at.[2]
Informasi dari al-Quran yg berkaitan dengan bai’at ada dalam surat al-Fath: 10, al-Taubah: 111 dan surat al-Mumtahanah: 12.
Dalam sejarah ada Bai’at ‘Aqabah 1 tahun 621 M di bukit ‘aqabah. Bai’at (janji setia) ini antara Nabi dengan 12 orang suku Khazraj dan Aus dari Yatsrib (Madinah) yang membai’at kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, berzina, membunuh anak2, menuduh dengan tuduhan palsu, tidak mendurhakai Nabi didalam kebaikan.
Bai’at ‘Aqabah II pada tahun 622 M. antara Nabi dengan 75 orang Yatsrib (2 diantaranya wanita), disebut juga bai’at kubra . Mereka berbai’at untuk taat dan selalu mengikuti Nabi baik pada waktu kesulitan maupun dalam kemudahan, tetap berbicara benar, tidak takut celaan orang didalam membela kalimah Allah.
Bai’at pertama terhadap khalifah terjadi di Tsaqifah balai pertemuan Bani Sa’idah, Madinah. Dalam pertemuan antara sekelompok Ansar dan Muhajirin itu, Abu Bakar berkata: “Saya nasihatkan kalian untuk membai’at salah seorang, yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah atau Umar bin Khattab”. Kemudian Umar berkata “Demi Allah, akan terjadikah itu? Padahal Abu Bakar lah yang paling berhak memegang jabatan ini, beliau lebih dulu jadi sahabat Rasul, beliau Muhajirin yang paling utama, pengganti Rasul dalam imam shalat…ulurkan tangan! saya bai’at Abu Bakar”.
Ketika Utsman bin Affan dia dipilih jadi khalifah, yang mula2 membai’at adalah Abdurrahman bin Auf yang diikuti oleh jama’ah yang kemudian diikuti oleh manusia yang ada di masjid.[3]
Dari uraian di atas tampak bahwa yang membai’at itu adalah ahlul hal wal ‘aqdi dan kemudian dapat diikuti oleh rakyat pada umumnya seperti pada kasus pembai’atan Utsman. Akan tetapi, pada umumnya pembai’atan itu dianggap sah apabila dilakukan oleh anggota-anggota ahlul hal wal ‘aqdi sebagai wakil rakyat, sebagaimana terjadi pada kasus Abu Bakar.

BAB II
 Ummah dan Ro’iyyah
            Rakyat terdiri dari muslim dan nonmuslim, yang non muslim ini ada yang disebut kafir dzimi ada pula yang disebut musta’min.
            Kafir dzimi adalah warga nonmuslim yang menetap selamanya, serta dihormati tidak boleh diganggu jiwanya, kehormatannya, dan hartanya, sedang seorang musta’min adalah orang asing yang menetap untuk sementara, dan juga harus dihormati jiwanya, kehormatannya, dan hartanya. Kafir dzimi memiliki hak-hak kemanusiaan, hak-hak sipil, dan hak-hak politik. Sedangkan musta’min tidak memiliki hak-hak politik, karena mereka itu orang asing. Persamaannya, kedua-duanya adalah nonmuslim.
            Adapun mengenai hak-hak rakyat, Abu A’la al-maududi menyebutkan bahwa hak-hak rakyat itu adalah:
1. Perlindungan terhadap hidupnya, hartanya dan kehormatannya.
2. Perlindungan terhadap kebebasan pribadi.
3. kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan.
4. terjamin kebutuhan pokok hidupnya, dengan tidak membedakan kelas dan kepercayaan.[4]
            Tugas-tugas dan hak-hak rakyat ini rinciannya dapat digariskan oleh ahl al-hall wa al-‘aqd sebagai lembaga kekuasaan tertinggi. Demikian pula halnya dengan hak dan kewajiban imam. Sudah tentu rincian tersebut dalam batas-batas untuk kemaslahatan bersama.


KESIMPULAN :
Bai’ah merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kontrak sosial antara rakyat yang diwakili oleh Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd dengan seorang amir, dimana rakyat berjanji mematuhi dan menaati imam selama imam tersebut tidak ma’siat dan zhalim.
Ummah yang patuh dan taat terhadap imam harus dilindungi hak-haknya tanpa melihat status sosial maupun golongan ummah tersebut.

Daftar Pustaka :
Ø  A. Djazuli, Fiqih Siyasah, Jakarta: Prenada Media Group cet.II, 2003
Ø  Pulungan J. Suyuthi,Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada cet I, 1994






[1] Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Asas-asas Hukum Tata Negara menurut Syariat lslam, Matahari Masa Yogyakarta, 1969, hlm. 66.
[2] Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan Dalam Fikih Islam, 1971, hlm, 65.
[3] Ibnu Qutaibah Adainuri, Al Imamah wa Al Siyasah,Muassasah al-Halabi, Qahairah, Mesir, 1967, juz 1, hlm. 16.
[4] Abul A’la al-Maududi, Op. cit., hlm 266

0 comments: