LATAR BELAKANG
Saat ini banyak berkembang Bank ataupun lembaga keuangan yang berdasar atau dengan label syari’ah, dengan inovasi baru ini meberi kesempatan bagi para pelaku ekonomi yang sekaligus ingin menjalankan semua kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang jasa perbankan supaya lebih terjamin dengan didukung dengan adanya Undang-Undang pendukung pengoprasian lembaga keuangan bank ataupun non-perbankan yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.
Lembaga keuangan yang berdasar pada asas-asas Islam muncul dengan penawaran yang baru yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional ataupun kapitalis yaitu dengan memberikan pelayanan yang bernuansa islami serta sistem bagi hasil yang khusunya menjadi ciri utama dalam lembaga keuangan islam ini.
Dalam praktiknya lembaga keuangan yang non-syari’ah menjalankan sistem bunga dalam memberikan pinjaman kepada nasabahnya sehingga nasabah merasa terbebani dengan bunga yang dibebenkan oleh bank kepada nasabah,namun nasabah tidak mempunyai pilihan lain untuk mendapatkan pinjaman, namun lembaga keuangan islam secara umum datang dengan memberikan invasi yang baru dengan tidak membebankan bunga kepada kepada nasabah tapi dengan sistem bagi hasil antara nasabah dengan pihak bank.
PENDAHULUAN
Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kita kesempatan dan kesehatan sehingga kita dapat menyusun dan menyelesaikan makalah lembaga keuangan syari’ah ini, selanjutnya shalawat serta salam kita hadiahkan untuk nabi kita Muhammad saw yang telah member kita penerangan tentang cahaya islam sehingga kita bisa mengenal islam pada masa sekarang ini.
Ucapan terimakasih kepada para dosen pengampu mata kuliah manajmen keuangan islam yang telah member pengetahuan serta wawasan tentang bagaimana penyusunan makalah lembaga keuangan syari’ah ini,serta ucapan syukur kepada semua teman-teman yang telah mendukung kami dalam menyusun makalah kami ini.
Dalam makalah ini kami menguraikan posisi lembaga keuangn islam diantara lembaga keuangan yang lain, disamping itu juga akan dijelaskan perbedaan yang membedakan antar lembaga keuangan syari’ah dengan lembaga keuangan lainnya, serta sistem yang dijalankan dalam sebuah lembaga keuangan syari’ah itu sendiri.
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
1. Definisi Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan adalah badan usaha yang mengumpulkan asset dalam bentuk dana dari masyarakat dan disalurkan untuk pendanaan proyek pembangunan serta kegiatan ekonomi dengan memperoleh hasil dalam bentuk bunga sebesar prosentase tertentu dari besarnya dana yang disalurkan. Sekalipun perbankan kovensional telah menjadi bagian utama dalam menjalankan roda ekonomi namun masih banyak kalangan ulama menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari aktivitas perbankan tidak sesuai dengan ajaran islam. Sejalan dengan itu terakhir muncul lembaga keuangan dalam konsep ekonomi islam yang dikenal dengan perbankan syari’ah, namun faktanya pemakai jasanya perbankan syari’ah juga banyak dari kalangan non-islam. Lembaga keuangan merupakan bagian utama dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Lembaga keuangan utama adalah Bank. Dengan bantuan lembaga keuangan para pelaku usaha dapat melakukan transaksi keuangan dalam jumlah besar yang tidak mungkin dilakukan secara tunai.
2. Klasifikasi Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung. Atas dasar tersebut lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
A. Lembaga keuangan depositori
Lembaga keuangan ini menghimpun dan secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Unit surplus memiliki kelebihan pendapatan, setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa seperti ini adalah bank-bank.
B. Lembaga keuangan non depositori
atau sering juga disebut lembaga keuangan Non bank. Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions) yaitu menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi, program pensiun. Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun.
3. Peran Lembaga Keuangan Dalam Proses Intermediasi
Intermediasi keuangan adalah proses/kegiatan pengalihan dana dari penabung (ultimate lenders) kepada peminjam (ultimate borrowers).
Fred C. Yeager, Dalam Bukunya Financial Institutions Management Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang sangat strategis dalam proses intermediasi keuangan sebagai berikut:
a. Pengalihan aset (asset transmutation) Untuk memenuhi kebutuhan dananya, unit ekonomi menerbitkan sekuritas primer yang jangka waktunya dapat disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya. Surat-surat berharga yang diterbitkan oleh unit defisit kemungkinan jumlah, jangka waktu dan bentuknya berbeda dengan kebutuhan unit surplus. Lembaga keuangan memecahkan masalah tersebut dengan membeli sekuritas primer tersebut dengan menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan sekuritas sekunder. Dengan menerbitkan sekuritas sekunder untuk ditukarkan dengan dana unit surplus dan kemudian menukarkannya dengan sekuritas primer yang dikeluarkan unit defisit. Lembaga keuangan mengubah sekuritas unit surplus menjadi kewajiban. Proses pengalihan dari kewajiban menjadi kekayaan disebut Transmutasi aset.
b. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan.
c. Realokasi pendapatan. Untuk merealokasi penghasilan pada dasarnya dapat saja membeli dan menyimpan barang misalnya rumah, tanah dan sebagainya, namun dengan memiliki sekuritas sekunder yang dikeluarkan lembaga keuangan misalnya simpanan di bank, polis asuransi jiwa, reksa dana, program pensiun dan sebagainya, akan jauh lebih baik dibandingkan dengan alternatif pertama. Karena Rumah tangga umumnya digunakan untuk tujuan yang bersifat konsumtif dan bukan untuk peningkatan pendapatan di masa yang akan datang. Sementara unit usaha, penerbitan sekuritas primer untuk tujuan investasi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.
d. Transaksi. Sekuritas sekunder yang diterbitkan Iembaga intermediasi keuangan seperti rekening giro, tabungan, deposito berjangka atau sertifikat deposito dan sebagainya, merupakan bagian dari sistem pembayaran / transaksi.
Berdasarkan hasil kajian Tim BEINEWS (2004) menunjukkan bahwa ada lima faktor yang memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia, sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu:
Ø Market yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi, bank syariah tidakhanya dikhususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat nasabah nonmuslim)
Ø Sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter).
Ø Return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank syariah lebih besar dar ipada bunga deposito bank konvesional (ditambah lagi belakangan ini, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga menurun.
Ø Bank Syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
Ø Prinsip laba bagi bank Syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat.
Menurut Boesono (2007), paling tidak ada tiga prinsip dalam operasional Bank Syariah yang berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus dijaga oleh para bankir, yaitu:
1. Prinsip Keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah,
2. Prinsip Kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang
3. Prinsip Ketentraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsipdan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).
Sebagai realisasi dari konsep syariah, pada dasarnya sistem ekonomi/perbankan syariah memiliki tiga ciri yang mendasar yaitu prinsip keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang dan memperhatikan aspek kemanfaatan.
Dalam hal pelaksanaannya, prinsip ekonomi syariah akan tercermin dalam nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif yaitu mikro dan makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/ profesionalisme dan sikap amanah. Dalam perspektif makro nilai-nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian. Dengan demikian, dapat dilihat secara jelas potensi manfaat keberadaan sistem perekonomian/perbankan syariah yang ditujukan bukan hanya untuk umat muslim, akan tetapi bagi seluruh umat manusia (Bank Indonesia, 2003).
Realitasnya bank syariah menghadapi beberapa kendala dan kelemahan yang memang harus diakui perlu pembenahan dan peningkatan secara kualitas dan kuantitas antara lain:
I. Jaringan kantor layanan. Rasanya perbankan syariah tidak perlu terus cengeng mempermasalahkan perubahan pola dual banking system, yang dikembangkan BI dengan membina bank konvensional untuk membuka unit usaha syariah, dengan system windows murni seperti di Malaysia, Sudan ataupun Bahrain, meski harus diakui pola ini berpotensi meningkatkan jaringan bank syariah. Banyak cara yang bisa dikembangkan bank syariah dalam merambah setiap kota di nusantara, boleh dengan aliansi strategis seperti cara kancil yang dilakukan Bank Muamalat dengan PT Pos Indonesia melalui Gerai Muamalat-nya, ataupun mendekati BPD serta BPRS yang berjumlah sedikitnya 84 buah untuk dikonversi menjadi unit usaha syariah.
II. Jasa layanan dan inovasi produk. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mudah menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga mereka tidak merasa punya perbedaan dengan layanan dari perbankan konvensional.
III. Terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha jasa keuangan syariah [bank, asuransi, dana pensiun, reksa dana dan indeks syariah]. keterbatasan
pemahaman ini menyebabkan banyak masyarakat memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi jasa keuangan syariah.
pemahaman ini menyebabkan banyak masyarakat memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi jasa keuangan syariah.
IV. Terbatasnya jaringan kantor cabang jasa keuangan syariah.
V. Tidak lengkapnya peraturan dan ketentuan pendukung kegiatan usaha jasa keuangan syariah, seperti standar akuntansi, standar prinsip kehati-hatian, standar fatwa
produk investasi syariah serta peraturan dan ketentuan pendukung lainnya.
produk investasi syariah serta peraturan dan ketentuan pendukung lainnya.
VI. Terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknis jasa keuangan syariah.
4. Pemberian Kredit Kepada Nasabah Di Bank Syari’ah
Dalam pemberian pinjaman kepada nasabah Bank Syari’ah menggunakan 3 cara dalam pembagian hasil usaha atas uang yang telah dipinjam yaitu :
· Pembiayaan atas dasar “Partnership”
Dalam hal ini pihak bank memberikan modal kepada nasabah sesuai dengan sifat proyek dan kedaan keuangannya, kedua belah pihak membagi penghasilan netto sebagai berikut :
ü Nasabah menerima balasjasa atas hasil kerjanya sebagai pengelola.
ü Sisanya akan dibagi antara kedua belah pihak sesuai dengan proporsi dn partisipasi masing-masing dari keseluruhan investasi tersebut.
· Pembiayaan atas dasar “Modaraba”(Qirad)
Pada pembiayaan jenis ini pihak bank membiayai seluruh operasi dan dianggap sebagai pemilik modal yang ditanamkan, sedangkan pembagian hasil atas usaha tersebut dibagi dua yaitu sebagian kepada bank sebagai pengembalian pinjaman yang telah diberikan dan sebagia lagi kepada nasabah.
· Pembiayaan atas dasar “Morabah”(Cost Plus)
Dalam sistem ini, nasabah membeli sesuatu barang yang akan dijadikan sebagai objek usaha sesuai dengan spesifikasinya dan dengan harga yang telah ditetapkan, nasabah dan bank sepakat untu membagai keuntungan yang akan diperoleh dari hasil uasaha tersebut
DAFTAR PUSTAKA
1) Saefuddin, Ahmad. 2007. Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kelapa Gading Permai.
0 comments:
Post a Comment