BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lahirnya UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998 dan UU
No. 23 Tahun 1990 sebenarnya sudah menjadi dasar hukum yang kuat bagi
terselenggaranya Perbankan Syariah di Indonesia, walaupun masih ada beberapa
hal yang masih perlu disempurnakan, diantaranya perlunya penyusunan dan
penyempurnaan ketentuan perundang-undangan mengenai operasionalisasi bank
syariah secara tersendiri agar apabila terjadi suatu persengketaan dalam hal
ini hubungannya dengan perbankan syariah dapat teratasi dengan merujuk pada UU
yang berlaku.
Pada awalnya yang menjadi kendala hukum bagi penyelesaian
sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa kemana penyelesaiannya, karena
Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi
penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu menurut UU No. 7
Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf dan shadaqoh. Sehingga kemudian untuk mengantisipasi kondisi
darurat maka didirikan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang
didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung RI dan MUI.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian, prinsip dan tujuan penyelesaian sengketa?
2.
Apakah yang menjadi landasan hukumnya?
3.
Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian, prisip dan tujuan penyelesaian
sengketa
2.
Mengetahui landasan hukum penyelesaian sengketa
3.
Mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian,
Prinsip dan Tujuan Penyelesaian Sengketa
1. Pengertian
Penyelesaian
sengketa atau lebih dikenal dengan nama Ash-Shulhu berarti memutus pertengkaran
atau perselihan atau dalam pengertian syariatnya adalah suatu jenis akad
(perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2 orang yang
bersengketa.
2.
Prinsip
Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri agar masalah-masalah
yang ada dapat terselesaikan dengan benar. Diantara prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
· Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada pihak yang
merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan.
· Kekeluargaan
· Win win solution, menjamin kerahasian sengketa para pihak
· Menyelesaiakan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan
3. Tujuan
Tujuan diadakannya penyelesaian sengketa ini agar setiap
permasalahan-permasalahan yang ada dalam perbankan dapat terselesaikan dengan
sebagaimana mestinya. Sehingga tidak menimbulkan bersengketaan yang berujung
pada ketidakadilan, dalam Islam juga tidak diperbolehkan berselisih yang
berkepanjangan karena dapat menimbulkan persengketaan.
B. Landasan
Hukum Penyelesaian sengketa
Pasal
1338 KUHP, Sistem Hukum Terbuka
Pasal
1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) menyatakan, “semua perjanjian
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang ditentukan oleh
undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan baik.”
C. Mekanisme
Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(Alternatif Dispute Resolution)
1. Mediasi Perbankan
Mediasi
menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 adalah proses penyelesaian
sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa
guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian
atau seluruh permasalahan yang disengketakan.
Pelaksanaan
fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia ini dilakukan dengan mempertemukan
nasabah dan bank untuk mengkaji kembali pokok permasalahan yang menjadi
sengketa guna mencapai kesepakatan tanpa adanya rekomendasi maupun keputusan
dari Bank Indonesia. Dalam rangka melaksanakan fungsi mediasi perbankan
tersebut Bank Indonesia menunjuk Mediator. Mediator yang ditunjuk harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
Ø Memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan dan hukum
Ø Tidak memiliki hubungan sedarah dengan nasabah atau
Perwakilan Nasabah Bank
Ø Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain
atas penyelesaian sengketa.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Melaui Jalur Mediasi Perbankan
Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi
perbankan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Diajukan
secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai antara lain
bukti transaksi keuangan yang dilakukan Nasabah
b) Pernah
diajukan upaya penyelesaian oleh Nasabah kepada Bank, dibuktikan dengan bukti
penerimaan pengaduan atau surat hasil penyelesaian pengaduan yang dikeluarkan
Bank
c) Sengketa
yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga
arbitrase atau peradilan atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh
lembaga Mediasi lainnya.
d) Sengketa
yang diajukan merupakan sengketa keperdataan
e) Pengajuan
penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 hari kerja sejak tanggal surat hasil
penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah.
Setelah
persyaratan tersebut diatas terpenuhi, maka mulai dilakukan proses pemecahan
sengketa dengan cara sebagai
berikut.
Apabila
sengketa itu tidak dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan, maka
diselesaikan melalui seorang mediator dengan kesepakatan tertulis para pihak
sengketa. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lambat 14 hari dengan
bantuan mediator tidak berhasil juga mempertemukan kedua belah pihak, maka
pihak dapat menghubungi lembaga alternative penyelesaian sengketa untuk
menunjuk seorang mediator, setelah itu proses mediasi harus sudah dapat dimulai
. dalam waktu 30 hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak yang terkait. Kesepakatan penyelesaian
sengketa adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad
baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan dalam waktu paling lama 30 hari
sejak penandatanganan.
Tidak
seperti arbiter atau hakim, seorang mediator tidak membuat keputusan mengenai
sengketa yang terjadi tetapi hanya membantu para pihak untuk mencapai tujuan
mereka dan menemukan pemecahan masalah dengan hasil win win solution .
tidak ada pihak yang kalah atupun menang,
Kecenderungan
memilih alternatif penyelesaian sengketa (Alternatif Dispute Resolution) oleh
masyarakat didasarkan oleh:
a) Kurang
percayanya pada sistem pengadilan
b) Kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga arbitrase mulai menurun dikarenakan banyak
ketentuan arbitrase yang tidak berdiri sendiri, melainkan mengikuti dengan
ketentuan kemungkinan pengajuan sengketa ke pengadilan jika putusan
arbitrasenya tidak berhasil di selesaikan.
2. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Arbitrase atau Arbitrage (Belanda), Arbitrase (latin),
Tahkim (Islam). Menurut R. Subekti, mengartikan Arbitrase adalah suatu
penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh seorang atau beberapa arbiter
berdasarkan persetujuan para pihak yang akan mentaati keputusan yang diberikan
oleh arbiter yang mereka pilih.
Berdasarkan
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
alternative penyelesaian sengketa bahwasanya arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Lembaga
arbitrase (hakam) telah dikenal sejak zaman pra Islam. Pada masa itu, meskipun
belum terdapat sistem peradilan yang terorganisir, setiap ada perselisihan
mengenai hak waris, hak milik seringkali diselesaikan melalui bantuan juru
damai yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang berselisih.
Gagasan
berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para
pakar cendikiawan muslim, praktisi hukum, para ulama untuk bertukar pikiran
tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori
oleh Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. setelah mengadakan rapat
beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur organisasi dan prosedur
beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI), sekarang telah berganti nama menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS
BASYARNAS
sebagai lembaga permanent yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia berfungsi
menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam
hubungan perdagangan, industri, keuangan , jasa. Pendirian lembaga ini awalnya
dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah. Lembaga arbitrase Syariah merupakan penyelesaian sengketa secara
syariah antara kedua pihak di jalur pengadilan untuk mencapai kesepakatan
maslahah ketika upaya mufakat tidak tercapai.
Disamping
itu badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau pendapat hukum, yaitu
pendapat yang mengikat adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan
pelaksanaan perjanjian atas permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian
untuk diselesaikan.
Apabila
jalur arbitrase tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka lembaga peradilan
adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut. Hakim harus
memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang sebelumnya telah menangani
kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk menghindari lamanya proses
penyelesaian
Kewenangan BASYARNAS
a) Menyelesaikan
secara adil dan cepat sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan,
industri, jasa dan lain-lain yang menurut hokum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan para
pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada
BASYARNAS sesuai dengan peraturan prosedur yang berlaku.
b) Memberikan
pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa
mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.
Putusan BASYARNAS
a) Dalam
waktu selambat-lambatnya 180 hari sejak ditunjuk sebagai Arbiter, seluruh
pemeriksaan hingga putusan harus selesai
b) Salinan
resmi putusan arbitrase didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat
Keunggulan dan kekurangan BASYARNAS
BASYARNAS
memiliki keunggulan-keunggulan, diantaranya:
a) Memberikan
kepercayaan kepada para pihak, karena penyelesaiannya sevara terhormat dan
bertanggung jawab
b) Para
pihak menaruh kepercayaan yang besar pada arbiter, karena ditangani oleh
orang-orang yang ahli dibidangnya
c) Proses
pengambilan keputusan cepat
d) Para
pihak menyerahkan persengketaannya secara sukarela kepada orang-orang (badan)
yang dipercaya
e) Didalam
proses arbitrase pada hakekatnya terkandung perdamaian dan musyawarah
f) BASYARNAS
akan memberikan peluang bagi berlakunya hukum Islam sebagai pedoman penyelesaian
perkara.
BASYARNAS memiliki kekurangan-kekurangan, diantaranya:
a) Kurangnya
manajemen SDM yang ada sehingga masih harus berbenah diri agar dapat
mengimbangi pesetnya perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia
b) Belum
sepenuhnya menjadi lembaga yang dipercaya masyarakat
c) Keterbatasan
jaringan kantor BASYARNAS di daerah
d) Kurangnya
sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka penyebarluasan informasi dan
meningkatkan pemahaman mengenai arbitrase syariah.
D. Penyelesaian
Sengketa Melalui Jalur Pengadilan Agama Pasca Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
Dengan
lahirnya perubahan UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang
peradilan Agama, maka kewenangan absolut sengketa ekonomi Islam beralih ke
Pengadilan Agama.
Kekuatan
Peradilan Agama yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah
dikarenakan adanya faktor sebagai berikut:
a)Adanya SDM yang sudah memahami
permasalahan syariah
b) Adanya
kewenangan absolut
c)Mayoritas masyarakat Indonesia
kesadaran hukum Islam
Kelemahan dalam menggunakan jalur ini disebabkan oleh:
a)Pelaksanaan dalam penyelesaian
sengketa dalam beracara masih menggunakan sistem dualisme hukum karena pada
satu sisi hukum acara yang dipakai adalah hukum acara perdata barat
b) Masih
barunya lembaga BASYARNAS yang mengakibatkan kurang pengalaman dalam proses
penyelesaian sengketa yang ada.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dilihat
dari penjelasan diatas bahwa dengan adanya Lembaga Keuangan Syariah, khususnya
Bank Syariah yang mendasari prinsip operasionalnya berdasarkan syariah Islam,
maka pemberlakuan hukum Syariah melekat pada lembaga tersebut. Oleh karena itu,
penyelesaian sengketa dalam Perbankan Syariah juga berbeda dengan penyelesaian
sengketa dalam Perbankan Konvensional. Sehingga pemerintah mengeluarkan UU
Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama yang menetapkan kewenangan lembaga Peradilan Agama untuk memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara di bidang ekonomi Syariah.
Namun demikian, penyelesaian sengketa ekonomi syariah di
luar pengadilan tetap dan masih dibutuhkan. Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan ini melalui lembaga arbitrase syariah, Basyarnas (Badan Arbitrase
Syariah Nasional).
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i
Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori kePraktek, Gema Insani Press,
Jakarta, 2001
Effendi,
Satria, Arbitrase Islam di Indonesia, Panembrana Batanghari, Jakarta,
1994
Suhendi,
Hendi, Fiqh Muamalat, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002
0 comments:
Post a Comment