Monday, April 22, 2013

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Lahirnya UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1990 sebenarnya sudah menjadi dasar hukum yang kuat bagi terselenggaranya Perbankan Syariah di Indonesia, walaupun masih ada beberapa hal yang masih perlu disempurnakan, diantaranya perlunya penyusunan dan penyempurnaan ketentuan perundang-undangan mengenai operasionalisasi bank syariah secara tersendiri agar apabila terjadi suatu persengketaan dalam hal ini hubungannya dengan perbankan syariah dapat teratasi dengan merujuk pada UU yang berlaku.
Pada awalnya yang menjadi kendala hukum bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa kemana penyelesaiannya, karena Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu menurut UU No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh. Sehingga kemudian untuk mengantisipasi kondisi darurat maka didirikan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung RI dan MUI.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian, prinsip dan tujuan penyelesaian sengketa?
2.      Apakah yang menjadi landasan hukumnya?
3.      Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa?
C.     TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian, prisip dan tujuan penyelesaian sengketa
2.      Mengetahui landasan hukum penyelesaian sengketa
3.      Mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Prinsip dan Tujuan Penyelesaian Sengketa
1. Pengertian
Penyelesaian sengketa atau lebih dikenal dengan nama Ash-Shulhu berarti memutus pertengkaran atau perselihan atau dalam pengertian syariatnya adalah suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2 orang yang bersengketa.
2. Prinsip
Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan dengan benar. Diantara prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
· Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan.
· Kekeluargaan
· Win win solution, menjamin kerahasian sengketa para pihak
· Menyelesaiakan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan
3. Tujuan
Tujuan diadakannya penyelesaian sengketa ini agar setiap permasalahan-permasalahan yang ada dalam perbankan dapat terselesaikan dengan sebagaimana mestinya. Sehingga tidak menimbulkan bersengketaan yang berujung pada ketidakadilan, dalam Islam juga tidak diperbolehkan berselisih yang berkepanjangan karena dapat menimbulkan persengketaan.

B. Landasan Hukum Penyelesaian sengketa
Pasal 1338 KUHP, Sistem Hukum Terbuka
Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) menyatakan, “semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan baik.”
C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolution)
1. Mediasi Perbankan
Mediasi menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau seluruh permasalahan yang disengketakan.
Pelaksanaan fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia ini dilakukan dengan mempertemukan nasabah dan bank untuk mengkaji kembali pokok permasalahan yang menjadi sengketa guna mencapai kesepakatan tanpa adanya rekomendasi maupun keputusan dari Bank Indonesia. Dalam rangka melaksanakan fungsi mediasi perbankan tersebut Bank Indonesia menunjuk Mediator. Mediator yang ditunjuk harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Ø Memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan dan hukum
Ø Tidak memiliki hubungan sedarah dengan nasabah atau Perwakilan Nasabah Bank
Ø Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melaui Jalur Mediasi Perbankan
Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi perbankan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai antara lain bukti transaksi keuangan yang dilakukan Nasabah
b) Pernah diajukan upaya penyelesaian oleh Nasabah kepada Bank, dibuktikan dengan bukti penerimaan pengaduan atau surat hasil penyelesaian pengaduan yang dikeluarkan Bank
c) Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga Mediasi lainnya.
d) Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan
e) Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah.
Setelah persyaratan tersebut diatas terpenuhi, maka mulai dilakukan proses pemecahan sengketa dengan cara sebagai berikut.
Apabila sengketa itu tidak dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan, maka diselesaikan melalui seorang mediator dengan kesepakatan tertulis para pihak sengketa. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lambat 14 hari dengan bantuan mediator tidak berhasil juga mempertemukan kedua belah pihak, maka pihak dapat menghubungi lembaga alternative penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator, setelah itu proses mediasi harus sudah dapat dimulai . dalam waktu 30 hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang terkait. Kesepakatan penyelesaian sengketa adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan.
Tidak seperti arbiter atau hakim, seorang mediator tidak membuat keputusan mengenai sengketa yang terjadi tetapi hanya membantu para pihak untuk mencapai tujuan mereka dan menemukan pemecahan masalah dengan hasil win win solution . tidak ada pihak yang kalah atupun menang,
Kecenderungan memilih alternatif penyelesaian sengketa (Alternatif Dispute Resolution) oleh masyarakat didasarkan oleh:
a) Kurang percayanya pada sistem pengadilan
b) Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga arbitrase mulai menurun dikarenakan banyak ketentuan arbitrase yang tidak berdiri sendiri, melainkan mengikuti dengan ketentuan kemungkinan pengajuan sengketa ke pengadilan jika putusan arbitrasenya tidak berhasil di selesaikan.
2. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Arbitrase atau Arbitrage (Belanda), Arbitrase (latin), Tahkim (Islam). Menurut R. Subekti, mengartikan Arbitrase adalah suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh seorang atau beberapa arbiter berdasarkan persetujuan para pihak yang akan mentaati keputusan yang diberikan oleh arbiter yang mereka pilih.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa bahwasanya arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Lembaga arbitrase (hakam) telah dikenal sejak zaman pra Islam. Pada masa itu, meskipun belum terdapat sistem peradilan yang terorganisir, setiap ada perselisihan mengenai hak waris, hak milik seringkali diselesaikan melalui bantuan juru damai yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang berselisih.
Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para pakar cendikiawan muslim, praktisi hukum, para ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori oleh Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. setelah mengadakan rapat beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur organisasi dan prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), sekarang telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS
BASYARNAS sebagai lembaga permanent yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan , jasa. Pendirian lembaga ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Lembaga arbitrase Syariah merupakan penyelesaian sengketa secara syariah antara kedua pihak di jalur pengadilan untuk mencapai kesepakatan maslahah ketika upaya mufakat tidak tercapai.
Disamping itu badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau pendapat hukum, yaitu pendapat yang mengikat adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian atas permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian untuk diselesaikan.
Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut. Hakim harus memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang sebelumnya telah menangani kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk menghindari lamanya proses penyelesaian
Kewenangan BASYARNAS
a) Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang menurut hokum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada BASYARNAS sesuai dengan peraturan prosedur yang berlaku.
b) Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.
Putusan BASYARNAS
a) Dalam waktu selambat-lambatnya 180 hari sejak ditunjuk sebagai Arbiter, seluruh pemeriksaan hingga putusan harus selesai
b) Salinan resmi putusan arbitrase didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat
Keunggulan dan kekurangan BASYARNAS
BASYARNAS memiliki keunggulan-keunggulan, diantaranya:
a) Memberikan kepercayaan kepada para pihak, karena penyelesaiannya sevara terhormat dan bertanggung jawab
b) Para pihak menaruh kepercayaan yang besar pada arbiter, karena ditangani oleh orang-orang yang ahli dibidangnya
c) Proses pengambilan keputusan cepat
d) Para pihak menyerahkan persengketaannya secara sukarela kepada orang-orang (badan) yang dipercaya
e) Didalam proses arbitrase pada hakekatnya terkandung perdamaian dan musyawarah
f) BASYARNAS akan memberikan peluang bagi berlakunya hukum Islam sebagai pedoman penyelesaian perkara.
BASYARNAS memiliki kekurangan-kekurangan, diantaranya:
a) Kurangnya manajemen SDM yang ada sehingga masih harus berbenah diri agar dapat mengimbangi pesetnya perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia
b) Belum sepenuhnya menjadi lembaga yang dipercaya masyarakat
c) Keterbatasan jaringan kantor BASYARNAS di daerah
d) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka penyebarluasan informasi dan meningkatkan pemahaman mengenai arbitrase syariah.
D. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Pengadilan Agama Pasca Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
Dengan lahirnya perubahan UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang peradilan Agama, maka kewenangan absolut sengketa ekonomi Islam beralih ke Pengadilan Agama.
Kekuatan Peradilan Agama yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah dikarenakan adanya faktor sebagai berikut:
a)Adanya SDM yang sudah memahami permasalahan syariah
b) Adanya kewenangan absolut
c)Mayoritas masyarakat Indonesia kesadaran hukum Islam
Kelemahan dalam menggunakan jalur ini disebabkan oleh:
a)Pelaksanaan dalam penyelesaian sengketa dalam beracara masih menggunakan sistem dualisme hukum karena pada satu sisi hukum acara yang dipakai adalah hukum acara perdata barat
b) Masih barunya lembaga BASYARNAS yang mengakibatkan kurang pengalaman dalam proses penyelesaian sengketa yang ada.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dilihat dari penjelasan diatas bahwa dengan adanya Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Bank Syariah yang mendasari prinsip operasionalnya berdasarkan syariah Islam, maka pemberlakuan hukum Syariah melekat pada lembaga tersebut. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa dalam Perbankan Syariah juga berbeda dengan penyelesaian sengketa dalam Perbankan Konvensional. Sehingga pemerintah mengeluarkan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang menetapkan kewenangan lembaga Peradilan Agama untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara di bidang ekonomi Syariah.
Namun demikian, penyelesaian sengketa ekonomi syariah di luar pengadilan tetap dan masih dibutuhkan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini melalui lembaga arbitrase syariah, Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional).
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori kePraktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001
Effendi, Satria, Arbitrase Islam di Indonesia, Panembrana Batanghari, Jakarta, 1994
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalat, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002

0 comments: