BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
karuni-Nya kepada semua makhluk yang ada di atas muka bumi. Shalawat dan salam
senantiasa kita lantukan dan hadiahkan pada sosok sentral dan publik pigur umat
Islam yaitu Nabi Muhammad SAW yang sukses mengaktualisasikan nilai-nilai serta
perintah yang diwahyukan kepada-Nya sehingga kredebelitas-Nya sebagai Musyarri’
( pembuat syariah ) tidak dapat
diragukan.
Hal yang fundamental dari makalah ini adalah masih simpang siurnya
tentang konsep kepemilikan dalam kancah perekonomian. Hal dapat memicu
kekicruhan dalam mengartikan atau
menginterpretasikan serta mengaktualisasikan masalah term atau konsep
kepemilikan. Terutama menurut pandangan ekonomi Qur’ani ( Islam ).
- Rumusan Masalah
Untuk mempermudah para pembaca dalam menela’ah atau memberi kritikan
serta saran terhadap makalah in alangkah
baiknya kami cantumkan rumusan masalah yang termuat dalam makalah ini, yaitu
1.
Pengertian Kepemilikan dan Kepemilikan sebagai
Instrumen Ekonomi Islam
2.
Sebab-Sebab Kepemilikan dalam persefektif Islam
3.
Konsep Kepemilikan dalam Islam
4.
Pengertian dan Sejarah Uang
5.
Uang dalam Persefektif Islam
6.
Fungsi dan Jenis-Jenis Uang
Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi semua. Amin.,
Sesela, 25 Maret 2011
Penulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian Kepemilikan dan Kepemilikan sebagai Instrumen Ekonomi Islam
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang
disahkan syari’ah[1]. Hal ini dikarenakan bahwa
salah satu karakter yang ada pada setiap individu dalam kaitannya dengan
kepentingan untuk bertahan dan berusaha mempertahankan eksistensi kehidupan
adalah naluri mempertahankan diri, di samping naluri-naluri lain seperti naluri
melangsugkan keturunan dengan pernikahan, dan naluri beragama. Ekspresi dari
adanya naluri untuk mempertahankan diri tersebut itulah yang menjadikan manusia
mencintai harta dan keinginan untuk memiliki harta demi melangsungkan hidupnya.
Sementara itu, term tentang kepemilikan ini dikenal dalam Bahasa Arab
dengan Al-Milkiyah. Al-Milkiyah ini merupakan salah satu
rekonstruksi atau asas dalam ekonomi Islam, sehingga term ini sering kali
dijadikan sebagai pilar dalam kajian ekonomi Islam. Kepemilikan juga bisa
berarti hak khusus yang didapatkan si pemilik harta sehingga dia mempunyai hak
menkonsumsi atau menggunakan harta tersebut selama tidak melakukan
penyelewengan dan pelanggaran pada garis-garis syari’ah yang sudah ditentukan.
Pada dasarnya, harta itu sah untuk dimiliki secara pribadi kecuali harta yang
telah disiapkan untuk kepentingan umum.
Adapun sejarah mencatat bahwa kehidupan manusia pada awal fase sejarah
bersifat kelompok dalam mencari kehidupan karena manusia satu dengan yang lain
tidak bisa lepas. Pada awalnya kepemilikan hanya menyangkut kebutuhan pribadi
yang kemudian bergulirlah sebuah peradaban di mana mulai tampak hak milik
individu sedikit demi sedikit dan mulai pudar dan sirna sistem kepemilikan
kolektif. Masyarakat yang memulai peradaban ini adalah masyarakat Yunani dan
Romawi yang sangat menghargai hak miliknya dengan sepenuh jiwa sebagai simbol
kebesaran warisan leluhur nenek
moyangnya. Berawal dari sinilah falsafah Yunani menegaskan kebutuhan
manusia akan merasa memiliki. Kepemilikan harus ada, baik bagi individu ataupun
bagi masyarakat ( kolektif ). Dengan demikian awal sejarah kepemilikan sama
dengan awal manusia itu sendiri. Beberapa filosofi berbeda pendapat tentang
kepemilikan. Di antaranya adalah Aristoteles dan Plato[2].
Aristoteles mengatakan bahwa pribadi yang memiliki adalah faktor utama untuk
terwujudnya masyarakat ideal. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kepemilikan
kolektif melibatkan anak-anak dan perempuan.
Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang strategis dan berpengaruh
pada tingkah laku ekonomi manusia salah satunya meliputi kepemilikan.
Kepemilikan dalam ekonomi Islam meliputi[3]
1.
kepemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan
menguasai secara absolut ( mutlak ) terhadap sumber-sumber ekonomi.
2.
kepemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di
dunia, dan bila orang itu mati, harus didistribusikan kepada ahli warisnya
menurut ketentuan Islam.
3.
kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap
sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umumatau menjadi hajat hidup
orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.
- Sebab-Sebab Kepemilikan dalam persefektif Islam
Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari
proses yang disahkan Islam.kepemilikan menurut kaca mata Islam terjadi karena
menjaga hak umum, transaksi pemindahan, dan penggantian posisi pemilikan.
Sedangkan Taqiyuddin An-Nabani berpendapat bahwa sebab-sebab kepemilikan
seorang atas suatu barang dapat diperoleh melalui lima sebab[4],
yaitu:
1.
Bekerja
2.
Warisan
3.
Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
4.
Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat
5.
Harta yang diperoleh seorang dengan tanpa mengeluarkan
harta atau tenaga apapun. Meliputi hubungan pribadi seperti hibah atau hadiah,
kepemilikan dari sebuah ganti rugi dari kemudharatan, atau seperti harta luqathah
( barang temuan).
- Konsep Kepemilikan dalam Islam
Dalam kaca mata agama Islam harta dan semua bentuk kekayaan pada
hakikatnya adalah miliki Allah SWT secara absolut. Demikian juga harta dan
kekayaan di alam semesta ini yang dianugrahkan untuk semua makhluk sesungguhnya
merupakan pemberian Allah kepada semua makhluk untuk dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh makhluk sesuai dengan kehendak Allah
SWT.
Pandangan ini bertolak belakang secara diametral dengan pandangan
kapitalisme maupun sosialisme, yang keduanya berakar pada paradigma yang sama
yaitu matrialisme. Kapitalisme mislanya, mereka berpendapat bahwa kekayaan yang
dimiliki seseorang adalah merupakan hak milik muthlak baginya yang kemudia
melahirkan pandangan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari dari pandangan
hak asasi manusia.hal ini akan mendorong manusia untuk berusaha menciptakan
suatu metode atau teknologi produksi demi memperoleh keuntungan dan pendapatan
yang sebesar-besarnya sehingga terjadi using sumber daya alam yang
membabi buta. Sedangkan sosialime mengutarakan pendapat yang tidak selaras
dengan kapitalisme. Mereka berpendapat bahwa “ Semua kekayaan adalah milik
negara dan negara akan memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Individu akan
diberikan sebatas yang diperlukan dan dia akan bekerja sebatas kemampuannya.[5]”.
Ini akan berimplikasi pada semua alat produksi dikuasai oleh negara, di samping
itu para elit politik mengusai fasilitas-fasilitas publik, sehingga kemudian
memicu munculnya praktek korupsi dan penyalahbunaan wewenang yang menimbulkan
kerugian bagi negara dan rakyat.
Islam menentang konsep dualisme yang dipaparkan oleh kapitalisme dan
sosialisme tersebut. Akan tetapi Islam memformulasikan dan memiliki pandangan
yang khas mengenai konsep kepemilikan. Islam tidak mengenal adanya kebebasan
kepemilikan karena pada dasarnya setiap tingkah laku manusia harus berada dalam
kerangka tuntunan syari’ah. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan
kepemilikan. Akan tetapi Islam juga tidak mengafirmasikan adanya hak
kepemilikan bersama.
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu[6];
1.
Kepemilikan Individu ( Milkiyah Fadhiah )
Yaitu izin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui
lima sebab kepemilikan individu, yaitu bekerja, warisan, keperluan harta untuk
mempertahankan hidup, pemberian negara untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah
pertanian, dan terakhir adalah harta yang diperoleh individu tanpa berusaha
seperti hadiah atau hibah.
2.
Kepemilikan Umum
( Milkiyah Ammah )
adalah izin syariat kepada
masyarakat secara kolektif memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa
barang-barang yang muthlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari
seperti air, hasil hutan, dan lain sebagainya.
3.
Kepemelikan Negara ( Milkiyah Daulah )
adalah izin syari’at atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di
tangan pemimpin sebagai kepala negara. Termasuk dalam katagori ini adalah harta
gonimah dan jizyah.
- Pengertian dan Sejarah Uang
Menurut para ahli ekonomi masih belum ada kata sepakat tentang definisi
uang secara spesifik. Adu definisi pun terjadi di kalangan mereka, yang
disebabkan karena cara pandang dan mainside mereka yang berbeda-beda terhadap
hakikat uang.
Dr. Muhammad Zaki Syafi’i misalnya, menurut beliau bahwa uang itu adalah
segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban”.
Sedangkan dari tokoh Konvensional
seperti J.P Coraward. Beliau
mendefinisikan uang sebagai “ Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai
media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan
media penyimpan kekayaan”[7].
Adapun menurut Dr. Ahmad Hasan yang mendefinisikan uang setelah
memperhatikan beberapa ungkapan para fuqaha’. Beliau mengatakan bahwa uang itu
adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga dan media
transaksi pertukaran.[8]
Pada peradaban awal, manusia dalam memenuhi kebutuhannya masih
melakoninya secara mandiri. Mereka mendapat makanan dari berburu atau memakan
makanan berbagai buah-buahan. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan fasilitas yang
mereka gunakan masih sederhana dan belum membuthkan orang lain. Dalam sejarah,
periode atau fase ini dikenal dengan periode prabarter. Saat itulah,
manusia belum mengenal trasaksi
perdagangan atau kegiatana jual beli[9].
Seiring dengan pertumbuhan manusia dengan semakin majunya peradaban
manusia, interaksi dan kegiatan antar sesama pun meningkat secara drastis.
Jumlah dan jenis needs ( kebutuhan )
manusia semakin beragam dan bervariasi. Ketiak itulah, masing-masing
individu mulai tidak mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan
waktunya seharian hanya untuk bercocok tanam, pada saat yang bersamaan ia tidak
mampu memperoleh satu barang maka ia merelakan apa yang ia miliki demi memenuhi
kebutuhannya. Akhirnya satu sama yang lain saling membutuhkan, karena tidak
seorang idividu secara sempurna mempu memenuhi kebutuhannya sendiri. Perakter
barter yang dilakoni oleh masing-masing individu tersebut mensyaratkan adanya wants
yang sama pada waktu yang bersamaan dari pihak yang melakukan pertukaran ini.
Akan tetapi kondisi demikian akan mempersulit transaksi antara masing-masing
personal. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh
semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut dengan uang. Pertama kali
uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
- Uang dalam Persefektif Islam
Dalam arsip sejarah Islam, uang merupakan suatu yang diadopsi dari
peradaban Romawi dan Persia. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep
uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam[10].
Seperti Dinar yang naik daun pada saat itu. Dinar adalah mata uang emas yang
diambil dari Romawi sedangkan Dirham adalah mata uang perak yang merupakan
warisan peradaban Persia. Sedangkan dalam Al-Qur’an ataupun Hadits bahwa dua
mata uang sudah termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits. Seperti yang tersirat
dalam QS. At-Taubah yang berbunyi.
يأيها الذين آمنوا إن كثيرا من الأحبار
والرهبان ليأكلون أموال الناس بالباطل ويصدون عن سبيل الله والذين يكنزون الذهب
والفضة ولا ينفقونها في سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan Rahib-Rahib
Nasrani benar-benar memakan harta dengan jalan yang bathil dan meraka
menghalang-halangi ( manusia ) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
mereka ( bahwa mereka akan mendapat ) siksa yang pedih. ( QS. At-Taubah; 34
)
Selain Dirham, masyarakat Arab sebelum Islam juga telah mengenal Dinar (
mata uang yang terbuat dari emas ). Dinar dan Dirham diperoleh bangsa Arab dari
hasil perdagangan yang mereka lakukan dengan bangsa-bangsa di seputar jazirah
Arab. Para pedagang kalau pulang dari Syam, mereka membawa pulang Dinar emas
Romawi ( Byzantium ) dan membawa Dirham perak Persia ( Sassanid ) dari negeri
Irak. Dinar dan Dirham yang digunakan bangsa Arab saat itu tidak didasarkan
pada nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Jadi Dinar dan Dirham pada
saat itu hanya dianggap sebagai kepingan emas dan perak biasa saja. Boleh jadi
teknologi ketika itu belum mampu membuat
cetakan standar yang konstan beratnya sesuai dengan nominalnya. Untuk mengukur
beratnya masyarakat Arab menggunakan standar timbangan khusus yang telah mereka
miliki.
- Fungsi dan Jenis-Jenis Uang
Dalam sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar ( medium of
exchange ). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan
fungsi-fungsi yang lain, sperti uang sebagai standard of value (
pembakuan nilai ), store of value ( penyimpan kekayaan/nilai ), unit
of account ( setuan penghitungan ), dan standard of deffered paymet
( pambakuan pembayaran tangguh )[11]. Yang
dimaksud dengan istilah-istilah di atas adalah sebagai berikut:
1.
medium of exchange :
uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran
komoditas dan jasa. Mislanya seorang yang memilki apel dan membutuhkan beras,
kalau dalam sistem barter pemilik apel akan mencari orang yang memiliki beras
untuk ditukarkan. Tetapi dengan adanya uang, maka pemilik apel akan berusaha
menjual apelnya dengan imbalan uang, lalu dengan uang tersebut ia mampu membeli
beras.
2.
standard of value
yakni sebagai media penilai harga komoditi dan jasa, dan perbandingan
harga komoditas dengan komoditas lainnya.
3.
store of value
maksudnya adalah bahwa orang yang mendapatkan uang, kadang tidak
mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagin untuk
membeli barang atau jasa yang dia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia
simpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit mendadak atau menghadapi kerugian yang tak terduga.
4.
unit of account
yaitu uang dijadikan sebagai standar ukuran nilai umum untuk menghitung
harga komoditi dan jasa. Maka bisa diukur nilai setiap komoditi dan jasa atas
dasar unit-unit uang.
5.
standard of deffered paymet
menurut Dr. Ismail Hasyim bahwa” transaksi terjadi pada waktu sekarang dengan harga tertentu,
tetapi diserahkan pada waktu yang akan datang. Karena itu dibutuhkan standar
ukuran yang digunakan untuk menentukan harga, dan uang bisa melakukan fungsi
ini”.
Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem
kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem ekonomi kapitalis, uang tidak hanya
sebagai alat tukar yang sah saja, melainkan sebagai komuditas. Uang juga dapat
diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh.
Lebih jauh, dengan cara pandang demikiab, maka uang juga dapat disewakan.
Sedagkan dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya
hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komuditas yang bisa
dijualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan. Satu
fenomena penting dari karaktristik uang adalah ia tidak diperlukan untuk
dikonsumsi.
Adapun mengenai jenis-jenis uang yatiu
1)
Uang Komoditas/Uang Barang, yaitu alat tukar yang
memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut
digunakan bukan sebagai uang.
2)
Token Money/Uang Tanda/Kertas.
3)
Deposit Money/ Uang Giral. Yaitu uang yang dikeluarkan
oleh bank-bank konvensional melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro
lainnya.
BAB
III
KESIMPULAN
Ada beberapa konklusi yang pemakalah
bisa petik dari makalah ini, di antaranya adalah
ü
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan
hak miliknya yang disahkan syari’ah
ü
Islam tidak mengenal adanya kebebasan
kepemilikan karena pada dasarnya setiap tingkah laku manusia harus berada dalam
kerangka tuntunan syari’ah. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan
kepemilikan. Akan tetapi Islam juga tidak mengafirmasikan adanya hak
kepemilikan bersama.
ü
uang itu adalah apa yang digunakan manusia
sebagai standar ukuran nilai harga dan media transaksi pertukaran.
ü
fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar ( medium of
exchange ). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan
fungsi-fungsi yang lain, sperti uang sebagai standard of value (
pembakuan nilai ), store of value ( penyimpan kekayaan/nilai ), unit
of account ( setuan penghitungan ), dan standard of deffered paymet
( pambakuan pembayaran tangguh ).
ü
Ada 3 jenis uang yaitu, Uang Komoditas/Uang
Barang, Token Money/Uang Tanda/Kertas, dan Deposit Money/ Uang Giral.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Drs.
Muhammad, M. Ag. “Ekonomi Makro dalam Pesfektif Islam”. BPFE-YOGYAKARTA.
2005
2.
Taqyuddin
An-Nabani, Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Penterjemah :
Moh.Maghfur Wachid, Surabaya:
Risalah Gusti,1999.
3.
Imamudin
Yuliadi, SE.M.Si. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. ( Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2001
4.
Dr.
Ahmad Hasan. “ Mata Uang Islami”. PT. RADJA GRAFINDO PERSADA. Jakarta. 2004
5.
Mustafa
Edwin Nasution. Dkk “Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam”. KENCANA. Jakarta. 2006.
6.
Nurul
Huda. Dkk. “ Ekonomi Makro Islam”, KENCANA. Jakarta. 2008
[1] Drs. Muhammad, M. Ag. “Ekonomi Makro dalam
Pesfektif Islam”. BPFE-YOGYAKARTA. 2005. hlm.101
[2] Ibid
[3] Ibid. hlm.85
[4] Taqyuddin An-Nabani, Sistem Ekonomi
Alternatif Perspektif Islam, Penterjemah : Moh.Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah
Gusti,1999.
[5] Imamudin Yuliadi, SE.M.Si. Ekonomi Islam
Sebuah Pengantar. ( Pustaka Pelajar. Yogyakarta,
2001) hl; 111
[6] Ibid, hl. 112
[7] Dr. Ahmad Hasan. “ Mata Uang Islami”.
PT. RADJA GRAFINDO PERSADA. Jakarta.
2004. hl 10.
[8] Ibid. hl. 9
[9] Mustafa Edwin Nasution. Dkk “Pengenalan
Ekslusif Ekonomi Islam”. KENCANA. Jakarta.
2006. hl. 239
[11] Nurul Huda. Dkk. “ Ekonomi Makro Islam”,
KENCANA. Jakarta.
2008; hl 78
0 comments:
Post a Comment