Tuesday, April 24, 2012

hapusnya hak tanggungan



BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hapusnya Hak Tanggungan
Hapusnya Hak tanggungan diatur dalam   Pasal 18 sampai dengan 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Yang dimaksud dengan hapusnya Hak Tanggungan adalah tidak berlakunya lagi Hak Tanggungan.

B.     Sebab-sebab Hapusnya Hak Tanggungan
Ada 6 (enam) cara berakhirnya atau hapusnya Hak Tanggungan, keenam cara tersebut disajikan sebagai berikut:
1.      dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara suka rela oleh debitur. Disini tidak terjadi cedera janji atau sengketa.
2.      debitur tidak memenuhi tepat pada waktu, yang berakibat debitur akan ditegur oleh kreditur untuk memenuhi prestasinya. Teguran ini tidak jarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur  dengan suka rela. Sehingga dengan demikian utang debitur lunas dan perjanjian utang piutang berakhir.
3.      Debitur cedera janji. Dengan adanya cedera cedera janji tersebut, maka kreditur dapat mengadakan parate eksekusi dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan pengadilan. Utang dilunasi dari hasil penjualan barang tersebut. dengan demikian, perjanjian utang piutang berakhir.
4.      Debitur cedera janji, maka kreditur dapat mengajukan sertifikat Hak Tanggungan ke pengadilan untuk dieksekusikan berdasarkan pasal 224 HIR yang diikuti pelelanngan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil penjualan lelang, maka perjanjian utang piutang berakhir. Disini tidak terjadi gugatan.
5.      Debitur cedera janji dan tetap tidak mau memenuhi prestasi maka debitur digugat oleh kreditur, yanng kemudian diikuti oleh putusan pengadilan yang memenangkan kreditur (kalau terbukti). Putusan tersebut dapat dieksekusi secara suka rela seperti yang terjadi pada cara yang kedua dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur tanpa pelelangan umum dan dengan demikian perjanjian utang piutang berakhir.
6.      Debitur tidak mau melaksanakan putusan penngadilan yang mengalahkannya dan menghukum melunasi utangnya maka putusan pengadilan dieksekusi secara paksa dengan pelelangan umum yang hasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitur, dan mengakibatkan perjanjian utang piutang berakhir.[1]
Walaupun hak atas tanah itu hapus, namun pemberian Hak Tanggungan tetap berkewajiban untuk membayar hutangnya. Hapusnya Hak Tanggungan yang dilepas oleh pemegang Hak Tanggungan dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis, mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan pringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadinya karen permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan.
Pitlo[2] berpendapat bahwa Hak Tanggungan hapus dalam  hal-hal sebagai berikut:
1.      Berakhirnya perikatan
2.      Hak Tanggungan dilepaskan kreditur
3.      Musnahnya obyek Hak Tanggunngan
4.      Kedudukan pemegang dan pemberi Hak Tanggungan jatuh dalam satu tangan
5.      Berakhirnya perjanjian pemberian  Hak Tanggungan
6.      Berakhirnya hak pemberi Hak Tanggungan
7.      Syarat batal dalam perjanjian  pemberian Hak Tanggungan
8.      Pemerintah mencabut hak atas tanah
9.      Penetapan peringkat oleh hakim
10.  Jika eksekusi telah dilaksanakan
P.A. Stein[3] mengemukakan pula 6  (enam) carahapusnya Hak Tanggungan
1.      Hapusnya hutang, yang dijamin oleh Hypotheek
2.      Afstand hypotheek
3.      Lenyapnya benda hypotheek
4.      Percampuran kedudukan pemegang dan pemberi hypotheek
5.      Pencoretan, karena pembersihan dan kepailitan
6.      Pencabutan hak milik.

Selain itu, sebab-sebab yang menghapus Hak Tanggungan ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT. Menurut Pasal 18 ayat (1) UUHT tersebut, Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a)      Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
Karena Hak Tanggungan merupakan jaminan utang yang pembebanannya adalah untuk kepentingan kreditur (pemegang Hak Tanggungan) adalah logis bila Hak Tanggungan dapat (dan hanya dapat) dihapuskan oleh kreditur (pemegang Hak Tannggungan) sendiri. Sedangkan pemberi Hak Tanggungan tidak mungkin dapat membebaskan Hak Tanggungan itu.
Sesuai dengan sifat Hak Tannggungan yang  accesoir, adanya Hak Tanggungan bergantung kepada adanya piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu. Oleh karena itu, apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau karena sebab-sebab lainnya, dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.
b)      Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
Mengenai hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskannya oleh pemegang Hak Tanggungan, ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan menentukan sebagai berikut:
hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskannya oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
Hal ini pokoknya sejalan dengan ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa:
Perikatan-perikatan hapus:
1.   Karena pembayaran;
2.   Karena penawaran pembayaran tunai, diikkuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3.   Karena pembaruan utang;
4.   Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
5.   Karena percampuran utang;
6.   Karena pembebasan utang;
7.   Karena musnahnya barang yang terutang;
8.   Karena kebatalan atau pembatalan;
9.   Karena berlakunya suatu syarat batal;
10.     Karena lewatnya waktu.
Tanpa adanya pernyataan bebas dari kreditot terhadap debitor, maka utang debitor masih tetap harus dipenuhi oleh debitor kepada kreditor. Demikian pula halnya suatu Hak Tanggungan, tanpa adanya pernyataan pelepasan Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, maka Hak Tanggungan tidak pernah hapus.
Tampak jelas, bahwa suatu Hak Tanggungan yang telah diberikan sebelum dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan tidak akan hapus dan akan terus berlaku untuk menjamin pelunasan utang yang masih akan ada di kemudian hari selama dan sepanjang perikatan pokok antara debitor dan  kreditor pemegang Hak Tanggungan yang (akan) lahir dari perjanjian antara mereka tidak atau belum dihapuskan.
Dalam konteks ini pun, untuk kepentingan praktis, maka pernyataan tertulis kreditor pemegang Hak Tanggungan mengenai maksudnya untuk melepaskan Hak Tanggungan harus disampaikan agar pencoretan Hak Tanggungan dapat dilakukan.
c)      Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh  Ketua Pengadilan Negeri;
Mengenai hapusnya Hak Tanggungan sebagai akibat pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Hak Tanggungan yang berbunyi:
Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban  Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
Dari konteks rumusan yang diberikan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dapat diketahui bahwa hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena terdapat lebih dari satu Hak Tanggungan yang diletakkan atas bidang tanah tersebut. Selanjutnya, dari rumusan Pasal 19 Undang-Undang  Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa:
1)      Pembeli objek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
2)      Pembersihan obyek Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
3)      Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekalligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang diantara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut perundang-undangan yang berlaku.
4)      Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akte Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak denga telah tegas memperjanjikan bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.
Dapat diketahui bahwa permintaan penghapusan tersebut dapat dimintakan oleh setiap pembeli hak atas tanah, yang diatasnya terletak beban berupa Hak Tanggungan yang jumlahnya lebih dari satu, dengan ketentuan bahwa:
1.   Jika pembelinya dilakukan melalui pelelangan, maka  pembersihan harus dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri;
2.   Jika pembelinya dilakukan melalui penjualan sukarela, maka pembersihan dikabulkan jika dalam perjanjian pemberian Hak Tanggungan yang selanjutnya tidak tercantum janji untuk tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan, hingga seluruh kewajiban debitor   dipenuhi. Dengan demikian berarti dalam hal perjanjian pemberian atau pembebanan Hak Tanggungan dimuat janji bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f Undang-Undang Hak Tanggungan, maka pembeli objek Hak Tanggungan melalui penjualan sukarela tidak dapat meminta agar hak atas tanahnya dibersihkan.
Pasal 11
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji- janji, antara lain:
f.    janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;
dari ketentuan tersebut diata , dapat diketahui bahwa hanya pembeli kebendaan yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan melalui pelelangan (umum) yanng dapat secara mutlak meminta pembersihan Hak Tanggungan dan sekaligus meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk membagi hasil penjualan kebendaan tersebut manakala terjadi sengketa mengenai pembersihan objek Hak Tanggungan tersebut. Secara teoretis masalah perolehan pembuktian dapat muncul dari pemegang Hak Tanggungan peringkat ke-2 dan seterusnya, manakala hasil penjualan tidak mencukupi untuk melunasi piutang mereka. Untuk itu maka, khusus bagi pembeli melaluui pelelanngan umum, mereka ini diberikan suatu kepastian bahwa kebendaan yang dibeli adalah bebas dari segala beban, maka itu mereka berhak untuk menuntut pembebasan tersebut, meskipun hal tersebut mungkin dapat merugikan pemegang Hak Tanggungan peringkat ke-2 dan seterusnya.
Ø  Tujuan diadakannya lembaga pembersihan
Lembaga pembersihan ini diadakan untuk melindungi kepentingan pembeli obyek Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian itu tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin (lihat Penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUHT).
Jika obyek Hak Tanggungan akan dijual, pembeli obyek Hak Tanggungan tentu tidak tertarik untuk memebeli obyek Hak Tanggungan ittu, karena pemegang Hak Tanggungan berdasarkan hak kebendaannya senantiasa berhak mengejar pembeli agar membayar kekurangan yang dideritanya akibat dari harga jual yang lebih rendah dari piutangnya.
Di dalam konteks ini ada konflik antara dua asas, yaitu hak kebendaan dari Hak Tanggungan dan penjualan obyek Hak Tanggungan. Dari konflik inilah lahir konsep “pembersihan” (zuivering) sebagai upaya hukum untuk membebaskan obyek Hak Tanggungan dari tagihan yang melekat diatas obyek itu, karena harga jualnya lebih rendah dari jumlah kredit yang dijamin Hak Tanggungan itu[4].
Ø       Tata cara pembersihan
UUHT  menentukan tata cara pembersihan itu sebagai berikut:
a.    Obyak Hak Tanggungan dibebani satu Hak Tanggungan
b.   Obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan, maka ditempuh tatacara  sebagai berikut:
-          Dalam hal tidak terdapat kesepakatan diantara pemegang Hak Tanggungan, maka pembeli menngajukan ke Ketua Pengadilan Negeri di dalam wilayah mana obyek Hak Tanggungan itu terletak, mengenai:
·         Pembersihan;
·         Pembagian hasil penjualan lelang diantara pemegang Hak Tanggungan;
·         Peringkat pemegang Hak Tanggungan.

d)     Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Alasan terakhir hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani  Hak Tanggungan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari bidang tanah  tertentu yang dijaminkan.
Selain itu, mengenai hapusnnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan adalah logis, karena keberadaan suatu Hak Tanggungan hanya mungkin bila telah atau masih ada objek yang dibebani dengan Hak Tanggungan itu. Objek dari Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah negara. Karena itu Hak Tanggungan akan hapus apabila hak-hak atas tanah itu hapus atau berakhir.
Perlu diperhatikan bahwa  khusus untuk Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani Hak Tanggungan dan pemiliknya bermaksud untuk  meningkatkan statusnya menjadi Hak Milik berdasarkan ketentuan Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 tahun 1998 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik, berlaku ketentuan sebagaimana dibawah ini.
1)      Perubahan hak tersebut dimohonkan oleh pemegang hak atas tanah dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan.
2)      Perubahan hak tersebut mengakibatkan Hak Tanggungan dihapus.
3)      Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya, mendaftar  hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atas Hak Pakai yang diubah menjadi Hak Milik bersamaan dengan pendaftaran Hak Milik yang bersangkutan.
4)      Untuk melindungi kepentingan kreditur/ bank yang semula dijammin dengan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang menjadi hapus.  sebelum perubahan hak didaftar, pemegang hak atas tanah dapat memberikan SKMHT dengan objek Hak Millik yang diperolehnya sebagai perubahan dari Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut.
5)      Setelah perubahan hak dilakukan, pemegang hak atas tanahdapat membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas Hak Milik yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan hadir sendiri atau melalui SKMHT.
Berdasarkan ketentuan PMNA/KBPN tersebut saat hapusnya Hak Tannggungan adalah pada saat pendaftaran Hak Milik. Oleh karena itu, sebelum perubahan hak didaftar, pemegang hak atas tanah sebaiknya memberikan SKMHT dengan objek Hak Milik yang diperolehnya, karen asetelah Hak Milik terdaftar, Hak Tanggungan tersebut menjadi hapus. Pada saat hapusnya Hak Tanggungan itu kreditur menjadi kreditur konkuren yang hanya dijamin dengan SKMHT. Namun, kemudian kreditur dapat membuat APHT berdsarkan SKMHT itu. Hak Tanggungan itu lahir pada tanggal buku tanah Hak Tanggungan , yaitu tanggal hari ketujuh  setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya.
Terhadap ketentuan PMNA/KBPN terdapat beberapa hal yanng perlu diperhatikan, yaitu:
1.      Jangka waktu SKMT. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) PMNA/KBPN tersebut, jangka waktu SKMHT terbatas yaitu sebagaimana termuat dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) UUHT.
2.      Peringkat SKMHT. Tidak diatur mengenai peringkat apabila ada beberapa SKMHT. Akan tetapi, mengingat bahwa SKMHT dibuat untuk objek tanah Hak Milik yang bidang tanahnya adalah sama dengan bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebelumnya dan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan adalah sama dengan hutang yang dijamin sebelumnya dan krediturnya adalah tetap, peringkat Hak Tanggungan pada saat dibuat SKMHT, seyogyanya adalah sesuai dengan peringkat yang termuat dalam sertifikat Hak Tanggungan yang semula membebani  tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Kreditur pemegang  SKMHT ini haruslah kreditur yang semula pemeganng Hak Tanggungan, sebab ketentuan PMNA/KBPN ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang Hak Tanggungan yang tanahnya sedang dimohonkan perubahan hak atas tanah.
3.      Atas perubahan hak, bagi kreditur perlu memperhatikan bahwa terdapat periode dimana kreditur tidak lagi menjadi kreditur preferen, yaitu sejak Hak Tanggungan hapus (pada saat Hak Milik terdaftar) sampai saat Hak Tanggungan terdaftar. Pada periode tersebut, kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur pemegang SKMHT. Mengingat bahwa APHT hanya dapat dibuat setelah Hak Milik terdaftar, periode tersebut memakan waktu sesuai dengan ketentuan lahirnya Hak Tanggungan, yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya.
4.      ketentuan PMNA/KBPN tersebut hanya berlaku khusus untuk tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani Hak Tanggungan.

C.    Tata Cara Penghapusan Hak Tanggungan
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa Hak Tanggungan dapat dengan sengaja dihapuskan, baik dari kehendak dari pemegang Hak Tanggungan itu sendiri maupun karena pembersihan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya  dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai proses apa yang harus dilakukan  setelah pemberi Hak Tanggungan menerima pemberian pernyataan tertulis tersebut. Menurut penulis, karena pemberian Hak Tangggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan dan lahirnya Hak Tanggungna adalah pada hari didaftarkannya Hak Tanggungan itu pada buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan  tersebut serta dengan pendaftaran Hak Tanggungan itu, Hak Tanggungan itu berlaku terhadap pihak ketiga. Karena itu, setelah pemberi Hak Tanggungan menngajukan surat permohonan kepada Kantor Pertanahan dengan dilampiri surat pernyataan tertulis tersebut agar Hak Tanggungan tersebut dicatat pada buku-tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan bahwa Hak Tanggungna itu telah dilepaskan oleh pemegangnya. Hanya dengan demikian, Hak Tanggungan itu menjadi hapus dan tidak mengikat lagi baggi pihak ketiga.
Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Penngadilan Negeri terjadi dengan diajukannya permohonan oleh pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinnya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan tersebut.

  


KESIMPULAN

Hapusnya Hak Tanggungan adalah tidak berlakunya lagi Hak Tanggungan.
Pasal 18 ayat (1) UUHT
-          Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a.       Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan
b.      Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan
c.       Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan Penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
d.      Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Menurut Pitlo, Hak Tanggungan hapus dalam hal-hal sebagai berikut:
1.    Berakhirnya perikatan
2.      Hak Tanggungan dilepaskan kreditur
3.      Musnahnya obyek Hak Tanggunngan
4.      Kedudukan pemegang dan pemberi Hak Tanggungan jatuh dalam satu tangan
5.      Berakhirnya perjanjian pemberian  Hak Tanggungan
6.      Berakhirnya hak pemberi Hak Tanggungan
7.      Syarat batal dalam perjanjian  pemberian Hak Tanggungan
8.      Pemerintah mencabut hak atas tanah
9.      Penetapan peringkat oleh hakim
10.  Jika eksekusi telah dilaksanakan

Sedangkan menurut P.A.Stein, ada enam cara hapusnya Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut:
7.      Hapusnya hutang, yang dijamin oleh Hypotheek
8.      Afstand hypotheek
9.      Lenyapnya benda hypotheek
10.  Percampuran kedudukan pemegang dan pemberi hypotheek
11.  Pencoretan, karena pembersihan dan kepailitan
12.  Pencabutan hak milik.



  

DAFTAR PUSTAKA

H. Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. 2007. Jakarta: Rajawali Pers.
Kartini Muljadi. Hak Tanggungan.2006. Jakarta: Kencana.
Mariam Darus Badrulzaman. Kompilasi Hukum Jaminan.2004. Medan: CV Mandar Maju.



[1] Soedikno Mertokusumo, 1996: 8-9
[2] Pitlo, op.cit, h. 473.
[3] P.A. Stein, op.cit, h. 138.
[4] Pitlo, op.cit. h.562

0 comments: