BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hapusnya Hak Tanggungan
Hapusnya Hak tanggungan diatur
dalam Pasal 18 sampai dengan 19
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Yang dimaksud dengan hapusnya Hak Tanggungan
adalah tidak berlakunya lagi Hak Tanggungan.
B.
Sebab-sebab
Hapusnya Hak Tanggungan
Ada 6 (enam)
cara berakhirnya atau hapusnya Hak Tanggungan, keenam cara tersebut disajikan
sebagai berikut:
1.
dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara
suka rela oleh debitur. Disini tidak terjadi cedera janji atau sengketa.
2.
debitur tidak memenuhi tepat pada waktu, yang berakibat
debitur akan ditegur oleh kreditur untuk memenuhi prestasinya. Teguran ini
tidak jarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur dengan suka rela. Sehingga dengan demikian
utang debitur lunas dan perjanjian utang piutang berakhir.
3.
Debitur cedera janji. Dengan adanya cedera cedera janji
tersebut, maka kreditur dapat mengadakan parate
eksekusi dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan
pengadilan. Utang dilunasi dari hasil penjualan barang tersebut. dengan
demikian, perjanjian utang piutang berakhir.
4.
Debitur cedera janji, maka kreditur dapat mengajukan
sertifikat Hak Tanggungan ke pengadilan untuk dieksekusikan berdasarkan pasal
224 HIR yang diikuti pelelanngan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil
penjualan lelang, maka perjanjian utang piutang berakhir. Disini tidak terjadi
gugatan.
5.
Debitur cedera janji dan tetap tidak mau memenuhi
prestasi maka debitur digugat oleh kreditur, yanng kemudian diikuti oleh
putusan pengadilan yang memenangkan kreditur (kalau terbukti). Putusan tersebut
dapat dieksekusi secara suka rela seperti yang terjadi pada cara yang kedua
dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur tanpa pelelangan umum dan dengan
demikian perjanjian utang piutang berakhir.
6.
Debitur tidak mau melaksanakan putusan penngadilan yang
mengalahkannya dan menghukum melunasi utangnya maka putusan pengadilan
dieksekusi secara paksa dengan pelelangan umum yang hasilnya digunakan untuk
melunasi hutang debitur, dan mengakibatkan perjanjian utang piutang berakhir.[1]
Walaupun hak
atas tanah itu hapus, namun pemberian Hak Tanggungan tetap berkewajiban untuk
membayar hutangnya. Hapusnya Hak Tanggungan yang dilepas oleh pemegang Hak
Tanggungan dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis, mengenai
dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada
pemberi Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak
Tanggungan berdasarkan penetapan pringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
terjadinya karen permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan
tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak
Tanggungan.
Pitlo[2]
berpendapat bahwa Hak Tanggungan hapus dalam
hal-hal sebagai berikut:
1.
Berakhirnya
perikatan
2.
Hak
Tanggungan dilepaskan kreditur
3.
Musnahnya
obyek Hak Tanggunngan
4.
Kedudukan
pemegang dan pemberi Hak Tanggungan jatuh dalam satu tangan
5.
Berakhirnya
perjanjian pemberian Hak Tanggungan
6.
Berakhirnya
hak pemberi Hak Tanggungan
7.
Syarat
batal dalam perjanjian pemberian Hak
Tanggungan
8.
Pemerintah
mencabut hak atas tanah
9.
Penetapan
peringkat oleh hakim
10. Jika eksekusi telah dilaksanakan
P.A. Stein[3]
mengemukakan pula 6 (enam) carahapusnya
Hak Tanggungan
1. Hapusnya hutang, yang dijamin oleh
Hypotheek
2. Afstand hypotheek
3. Lenyapnya benda hypotheek
4. Percampuran kedudukan pemegang dan
pemberi hypotheek
5. Pencoretan, karena pembersihan dan
kepailitan
6. Pencabutan hak milik.
Selain itu, sebab-sebab
yang menghapus Hak Tanggungan ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT. Menurut
Pasal 18 ayat (1) UUHT tersebut, Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai
berikut :
a)
Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
Karena Hak
Tanggungan merupakan jaminan utang yang pembebanannya adalah untuk kepentingan
kreditur (pemegang Hak Tanggungan) adalah logis bila Hak Tanggungan dapat (dan
hanya dapat) dihapuskan oleh kreditur (pemegang Hak Tannggungan) sendiri.
Sedangkan pemberi Hak Tanggungan tidak mungkin dapat membebaskan Hak Tanggungan
itu.
Sesuai dengan
sifat Hak Tannggungan yang accesoir, adanya Hak Tanggungan bergantung
kepada adanya piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu. Oleh
karena itu, apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau karena sebab-sebab
lainnya, dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.
b)
Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
Mengenai hapusnya Hak Tanggungan
karena dilepaskannya oleh pemegang Hak Tanggungan, ketentuan Pasal 18 ayat (2)
Undang-undang Hak Tanggungan menentukan sebagai berikut:
hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskannya oleh pemegangnya dilakukan
dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan
tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
Hal ini pokoknya sejalan dengan
ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa:
Perikatan-perikatan hapus:
1.
Karena pembayaran;
2.
Karena penawaran pembayaran tunai,
diikkuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3.
Karena pembaruan utang;
4.
Karena perjumpaan utang atau
kompensasi;
5.
Karena percampuran utang;
6.
Karena pembebasan utang;
7.
Karena musnahnya barang yang
terutang;
8.
Karena kebatalan atau pembatalan;
9.
Karena berlakunya suatu syarat
batal;
10.
Karena lewatnya waktu.
Tanpa adanya pernyataan bebas dari
kreditot terhadap debitor, maka utang debitor masih tetap harus dipenuhi oleh
debitor kepada kreditor. Demikian pula halnya suatu Hak Tanggungan, tanpa
adanya pernyataan pelepasan Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, maka
Hak Tanggungan tidak pernah hapus.
Tampak jelas, bahwa suatu Hak
Tanggungan yang telah diberikan sebelum dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan
tidak akan hapus dan akan terus berlaku untuk menjamin pelunasan utang yang
masih akan ada di kemudian hari selama dan sepanjang perikatan pokok antara
debitor dan kreditor pemegang Hak
Tanggungan yang (akan) lahir dari perjanjian antara mereka tidak atau belum
dihapuskan.
Dalam konteks ini pun,
untuk kepentingan praktis, maka pernyataan tertulis kreditor pemegang Hak
Tanggungan mengenai maksudnya untuk melepaskan Hak Tanggungan harus disampaikan
agar pencoretan Hak Tanggungan dapat dilakukan.
c)
Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
Mengenai hapusnya Hak Tanggungan
sebagai akibat pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3)
Undang-undang Hak Tanggungan yang berbunyi:
Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli
hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang
dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak
Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
Dari konteks rumusan yang diberikan
dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dapat diketahui
bahwa hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri terjadi karena terdapat lebih dari satu Hak Tanggungan yang
diletakkan atas bidang tanah tersebut. Selanjutnya, dari rumusan Pasal 19 Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa:
1)
Pembeli objek Hak Tanggungan,
baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun
dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar
benda yang dibelinya dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi
harga pembelian.
2)
Pembersihan obyek Hak Tanggungan
agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang
melebihi harga pembelian.
3)
Apabila obyek Hak Tanggungan
dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan diantara
para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan
dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekalligus menetapkan
ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang diantara para yang
berpiutang dan peringkat mereka menurut perundang-undangan yang berlaku.
4)
Permohonan
pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda
tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela
dan dalam Akte Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak denga
telah tegas memperjanjikan bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan
dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.
Dapat
diketahui bahwa permintaan penghapusan tersebut dapat dimintakan oleh setiap
pembeli hak atas tanah, yang diatasnya terletak beban berupa Hak Tanggungan
yang jumlahnya lebih dari satu, dengan ketentuan bahwa:
1. Jika pembelinya dilakukan melalui
pelelangan, maka pembersihan harus
dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri;
2. Jika pembelinya dilakukan melalui
penjualan sukarela, maka pembersihan dikabulkan jika dalam perjanjian pemberian
Hak Tanggungan yang selanjutnya tidak tercantum janji untuk tidak akan
dibersihkan dari beban Hak Tanggungan, hingga seluruh kewajiban debitor dipenuhi. Dengan demikian berarti dalam hal
perjanjian pemberian atau pembebanan Hak Tanggungan dimuat janji bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan
dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f Undang-Undang Hak Tanggungan, maka pembeli
objek Hak Tanggungan melalui penjualan sukarela tidak dapat meminta agar hak
atas tanahnya dibersihkan.
Pasal 11
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji- janji,
antara lain:
f. janji yang diberikan oleh
pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan
dibersihkan dari Hak Tanggungan;
dari ketentuan tersebut diata ,
dapat diketahui bahwa hanya pembeli kebendaan yang dijaminkan dengan Hak
Tanggungan melalui pelelangan (umum) yanng dapat secara mutlak meminta
pembersihan Hak Tanggungan dan sekaligus meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri
untuk membagi hasil penjualan kebendaan tersebut manakala terjadi sengketa
mengenai pembersihan objek Hak Tanggungan tersebut. Secara teoretis masalah
perolehan pembuktian dapat muncul dari pemegang Hak Tanggungan peringkat ke-2
dan seterusnya, manakala hasil penjualan tidak mencukupi untuk melunasi piutang
mereka. Untuk itu maka, khusus bagi pembeli melaluui pelelanngan umum, mereka
ini diberikan suatu kepastian bahwa kebendaan yang dibeli adalah bebas dari
segala beban, maka itu mereka berhak untuk menuntut pembebasan tersebut,
meskipun hal tersebut mungkin dapat merugikan pemegang Hak Tanggungan peringkat
ke-2 dan seterusnya.
Ø Tujuan diadakannya lembaga
pembersihan
Lembaga pembersihan ini diadakan
untuk melindungi kepentingan pembeli obyek Hak Tanggungan agar benda yang
dibelinya bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, jika harga
pembelian itu tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin (lihat
Penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUHT).
Jika obyek Hak Tanggungan akan
dijual, pembeli obyek Hak Tanggungan tentu tidak tertarik untuk memebeli obyek
Hak Tanggungan ittu, karena pemegang Hak Tanggungan berdasarkan hak
kebendaannya senantiasa berhak mengejar pembeli agar membayar kekurangan yang
dideritanya akibat dari harga jual yang lebih rendah dari piutangnya.
Di dalam konteks ini ada konflik
antara dua asas, yaitu hak kebendaan dari Hak Tanggungan dan penjualan obyek
Hak Tanggungan. Dari konflik inilah lahir konsep “pembersihan” (zuivering)
sebagai upaya hukum untuk membebaskan obyek Hak Tanggungan dari tagihan yang
melekat diatas obyek itu, karena harga jualnya lebih rendah dari jumlah kredit
yang dijamin Hak Tanggungan itu[4].
Ø Tata cara pembersihan
UUHT
menentukan tata cara pembersihan itu sebagai berikut:
a. Obyak Hak Tanggungan dibebani satu
Hak Tanggungan
b. Obyek Hak Tanggungan dibebani lebih
dari satu Hak Tanggungan, maka ditempuh tatacara sebagai berikut:
-
Dalam
hal tidak terdapat kesepakatan diantara pemegang Hak Tanggungan, maka pembeli
menngajukan ke Ketua Pengadilan Negeri di dalam wilayah mana obyek Hak
Tanggungan itu terletak, mengenai:
·
Pembersihan;
·
Pembagian
hasil penjualan lelang diantara pemegang Hak Tanggungan;
·
Peringkat
pemegang Hak Tanggungan.
d) Hapusnya
hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Alasan
terakhir hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah
yang dibebani Hak Tanggungan tidak lain
dan tidak bukan adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya
perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu,
yang salah satunya meliputi keberadaan dari bidang tanah tertentu yang dijaminkan.
Selain itu, mengenai
hapusnnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan adalah logis, karena keberadaan suatu Hak Tanggungan hanya mungkin
bila telah atau masih ada objek yang dibebani dengan Hak Tanggungan itu. Objek
dari Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang berupa Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah negara. Karena itu Hak
Tanggungan akan hapus apabila hak-hak atas tanah itu hapus atau berakhir.
Perlu diperhatikan
bahwa khusus untuk Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani Hak Tanggungan dan
pemiliknya bermaksud untuk meningkatkan
statusnya menjadi Hak Milik berdasarkan ketentuan Peraturan Mentri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 tahun 1998 tentang Perubahan Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak
Tanggungan menjadi Hak Milik, berlaku ketentuan sebagaimana dibawah ini.
1)
Perubahan hak tersebut dimohonkan oleh pemegang hak
atas tanah dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan.
2)
Perubahan hak tersebut mengakibatkan Hak Tanggungan
dihapus.
3)
Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya,
mendaftar hapusnya Hak Tanggungan yang
membebani Hak Guna Bangunan atas Hak Pakai yang diubah menjadi Hak Milik
bersamaan dengan pendaftaran Hak Milik yang bersangkutan.
4)
Untuk melindungi kepentingan kreditur/ bank yang semula
dijammin dengan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
menjadi hapus. sebelum perubahan hak
didaftar, pemegang hak atas tanah dapat memberikan SKMHT dengan objek Hak
Millik yang diperolehnya sebagai perubahan dari Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai tersebut.
5)
Setelah perubahan hak dilakukan, pemegang hak atas
tanahdapat membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas Hak Milik yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan hadir sendiri atau
melalui SKMHT.
Berdasarkan
ketentuan PMNA/KBPN tersebut saat hapusnya Hak Tannggungan adalah pada saat
pendaftaran Hak Milik. Oleh karena itu, sebelum perubahan hak didaftar,
pemegang hak atas tanah sebaiknya memberikan SKMHT dengan objek Hak Milik yang
diperolehnya, karen asetelah Hak Milik terdaftar, Hak Tanggungan tersebut
menjadi hapus. Pada saat hapusnya Hak Tanggungan itu kreditur menjadi kreditur
konkuren yang hanya dijamin dengan SKMHT. Namun, kemudian kreditur dapat
membuat APHT berdsarkan SKMHT itu. Hak Tanggungan itu lahir pada tanggal buku
tanah Hak Tanggungan , yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat
yang diperlukan bagi pendaftarannya.
Terhadap
ketentuan PMNA/KBPN terdapat beberapa hal yanng perlu diperhatikan, yaitu:
1.
Jangka waktu SKMT. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2)
PMNA/KBPN tersebut, jangka waktu SKMHT terbatas yaitu sebagaimana termuat dalam
Pasal 15 ayat (4) dan (5) UUHT.
2.
Peringkat SKMHT. Tidak diatur mengenai peringkat
apabila ada beberapa SKMHT. Akan tetapi, mengingat bahwa SKMHT dibuat untuk
objek tanah Hak Milik yang bidang tanahnya adalah sama dengan bidang tanah Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai sebelumnya dan utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan adalah sama dengan hutang yang dijamin sebelumnya dan krediturnya
adalah tetap, peringkat Hak Tanggungan pada saat dibuat SKMHT, seyogyanya adalah
sesuai dengan peringkat yang termuat dalam sertifikat Hak Tanggungan yang
semula membebani tanah Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai. Kreditur pemegang SKMHT
ini haruslah kreditur yang semula pemeganng Hak Tanggungan, sebab ketentuan PMNA/KBPN
ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang Hak Tanggungan yang
tanahnya sedang dimohonkan perubahan hak atas tanah.
3.
Atas perubahan hak, bagi kreditur perlu memperhatikan
bahwa terdapat periode dimana kreditur tidak lagi menjadi kreditur preferen,
yaitu sejak Hak Tanggungan hapus (pada saat Hak Milik terdaftar) sampai saat
Hak Tanggungan terdaftar. Pada periode tersebut, kreditur hanya berkedudukan
sebagai kreditur pemegang SKMHT. Mengingat bahwa APHT hanya dapat dibuat
setelah Hak Milik terdaftar, periode tersebut memakan waktu sesuai dengan
ketentuan lahirnya Hak Tanggungan, yaitu tanggal hari ketujuh setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya.
4.
ketentuan PMNA/KBPN tersebut hanya berlaku khusus untuk
tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani
Hak Tanggungan.
C.
Tata Cara
Penghapusan Hak Tanggungan
Sebagaimana
telah dikemukakan diatas bahwa Hak Tanggungan dapat dengan sengaja dihapuskan,
baik dari kehendak dari pemegang Hak Tanggungan itu sendiri maupun karena
pembersihan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Hapusnya Hak
Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya
dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya
Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak
Tanggungan.
Tidak ada penjelasan
lebih lanjut mengenai proses apa yang harus dilakukan setelah pemberi Hak Tanggungan menerima
pemberian pernyataan tertulis tersebut. Menurut penulis, karena pemberian Hak
Tangggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan dan lahirnya Hak Tanggungna
adalah pada hari didaftarkannya Hak Tanggungan itu pada buku tanah hak atas
tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut serta dengan pendaftaran Hak
Tanggungan itu, Hak Tanggungan itu berlaku terhadap pihak ketiga. Karena itu,
setelah pemberi Hak Tanggungan menngajukan surat permohonan kepada Kantor
Pertanahan dengan dilampiri surat pernyataan tertulis tersebut agar Hak
Tanggungan tersebut dicatat pada buku-tanah hak atas tanah yang menjadi objek
Hak Tanggungan bahwa Hak Tanggungna itu telah dilepaskan oleh pemegangnya.
Hanya dengan demikian, Hak Tanggungan itu menjadi hapus dan tidak mengikat lagi
baggi pihak ketiga.
Hapusnya Hak
Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat
oleh Ketua Penngadilan Negeri terjadi dengan diajukannya permohonan oleh
pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas
tanah yang dibelinnya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan tersebut.
KESIMPULAN
Hapusnya Hak Tanggungan adalah tidak
berlakunya lagi Hak Tanggungan.
Pasal 18 ayat (1) UUHT
-
Hak
Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan
Hak Tanggungan
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh
pemegang Hak Tanggungan
c. Pembersihan Hak Tanggungan
berdasarkan Penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
d. Hapusnya hak atas tanah yang
dibebani Hak Tanggungan.
Menurut Pitlo, Hak Tanggungan hapus dalam
hal-hal sebagai berikut:
1. Berakhirnya perikatan
2.
Hak
Tanggungan dilepaskan kreditur
3.
Musnahnya
obyek Hak Tanggunngan
4.
Kedudukan
pemegang dan pemberi Hak Tanggungan jatuh dalam satu tangan
5.
Berakhirnya
perjanjian pemberian Hak Tanggungan
6.
Berakhirnya
hak pemberi Hak Tanggungan
7.
Syarat
batal dalam perjanjian pemberian Hak
Tanggungan
8.
Pemerintah
mencabut hak atas tanah
9.
Penetapan
peringkat oleh hakim
10. Jika eksekusi telah dilaksanakan
Sedangkan menurut P.A.Stein, ada
enam cara hapusnya Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut:
7. Hapusnya hutang, yang dijamin oleh
Hypotheek
8. Afstand hypotheek
9. Lenyapnya benda hypotheek
10. Percampuran kedudukan pemegang dan
pemberi hypotheek
11. Pencoretan, karena pembersihan dan
kepailitan
12. Pencabutan hak milik.
DAFTAR PUSTAKA
H. Salim. Perkembangan
Hukum Jaminan di Indonesia. 2007. Jakarta :
Rajawali Pers.
Kartini Muljadi. Hak Tanggungan.2006. Jakarta :
Kencana.
Mariam Darus Badrulzaman. Kompilasi Hukum Jaminan.2004. Medan :
CV Mandar Maju.
0 comments:
Post a Comment