KHILAFAH
A.
PENGERTIAN
KHILAFAH
Khilafah adalah nama sebuah sistem
pemerintahan yang begitu khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta
undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran & Hadist.
Secara ringkas,
Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977) mendefinisikan Daulah Khilafah
sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan
hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia
(Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17). Dari
definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh
dunia.[[1]]
Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah
(wakil Allah) di muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi
dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material yang
memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi
kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi
sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai
khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk
memilih antara yang benar dan yang salah, fair dan tidak fair dan mengubah
kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik (Ar-Ra’d : 11).
Berbeda dengan paradigma kapitalisme, konsep khilafah mengangkat manusia
ke status terhormat di dalam alam semesta (QS.17:70). Serta memberikan arti dan
misi bagi kehidupan, baik laki-laki maupun wanita. Arti ini diberikan
oleh keyakinan bahwa mereka tidak diciptakan dengan sia-sia (QS.3:192,
23:115)., tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat sesuai ajaran
Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi.
Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian.
Peran penting tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat,
jaminan pelaksanaan ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak
terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dalam kegiatan bisnis melalui
lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian tidak berarti bahwa Islam
menolak mekanisme pasar sepenuhnya. [2]
Khalifah adalah gelar yang diberikan
untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata
"Khalifah" (خليفة Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan sebagai
"pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya,
para pemimpin Islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat
Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada
perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah"
(yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan
standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu,
beberapa akademisi memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin
umat Islam tersebut.
Khalifah juga
sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau
"pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin orang-orang mukmin", yang kadang-kadang disingkat
menjadi "amir".
Setelah
kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah, dan beberapa kekhalifahan kecil, berhasil meluaskan
kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.
Khalifah berperan
sebagai kepala ummat baik urusan negara maupun urusan agama. mekanisme
pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni
ahli ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat.
B. STRUKTUR PEMERINTAHAN NEGARA
KHILAFAH
Struktur
pemerintahan Islam terdiri daripada 8 perangkat dan berdasarkan af’al
(perbuatan) Rasulullah saw:
- Khalifah
Hanya Khalifah yang mempunyai kewenangan membuat UU sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang ditabbaninya (adopsi); Khalifah merupakan penanggung jawab kebijakan politik dalam dan luar negeri; panglima tertinggi angkatan bersenjata; mengumumkan perang atau damai; mengangkat dan memberhentikan para Mu’awin, Wali, Qadi, amirul jihad; menolak atau menerima Duta Besar; memutuskan belanjawan negara. - Mu'awinTafwidh
Merupakan pembantu Khalifah dibidang kekuasaan dan pemerintahan, mirip menteri tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin menjalankan semua kewenangan Khalifah dan Khalifah wajib mengawalnya. - Mu'awinTanfidz
Pembantu Khalifah dibidang administrasi tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin Tanfidz membantu Khalifah dalam hal pelaksanaan, pemantauan dan penyampaian keputusan Khalifah. Dia merupakan perantara antara Khalifah dengan struktur di bawahnya. - AmirulJihad
Amirul Jihad membawahi bidang pertahanan, luar negeri, keamanan dalam negeri dan industri. - Wali
Wali merupakan penguasa suatu wilayah (gubernur). Wali memiliki kekuasaan pemerintahan, pembinaan dan penilaian dan pertimbangan aktivitas direktorat dan penduduk di wilayahnya tetapi tidak mempunyai kekuasaan dalam Angkatan Bersenjata, Keuangan dan pengadilan. - Qadi
Qadi merupakan badan peradilan, terdiri dari 2 badan: Qadi Qudat (Mahkamah Qudat) yang mengurus persengketaan antara rakyat dengan rakyat, perundangan, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain serta Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus persengketaan antara penguasa dan rakyat dan berhak memberhentikan semua pegawai negara, termasuk memberhentikan Khalifah jika dianggap menyimpang dari ajaran Islam. - Jihaz-Idari
Pegawai administrasi yang mengatur kemaslahatan masyarakat melalui Lembaga yang terdiri dari Direktorat, Biro, dan Seksi, dan Bagian. Memiliki Direktorat di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, industri, perdagangan, pertanian, dll). Mua’win Tanfidz memberikan pekerjaan kepada Jihaz Idari dan memantau pelaksanaannya. - MajelisUmmat
Majelis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun kelompok. Majelis bertugas mengawasi Khalifah. Majelis juga berhak memberikan pendapat dalam pemilihan calon Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan diadopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah[.[3]]
C.
GERAKAN KHILAFAT
Pada tahun 1920-an
"gerakan Khilafat", sebuah gerakan yang bertujuan untuk mendirikan
kembali kekhalifahan, menyebar diseluruh daerah jajahan Inggris di Asia. Gerakan ini sangat kuat di India, yang saat itu menjadi pusat
komunitas Islam. Sebuah pertemuan kemudian diadakan di Kairo pada tahun 1926 untuk mendiskusikan pendirian
Kekhalifahan. Tapi sayang, sebagian besar negara mayoritas Muslim tidak
berpartisipasi dan mengambil langkah untuk mengimplentasikan hasil dari
pertemuan ini. Meskipun gelar Amir al-Mukmin dipakai oleh Raja Maroko dan Mullah Mohammed Omar, pemimpin rezim Taliban di Afganistan, kebanyakan Muslim di luar daerah
kekuasaan mereka menolak untuk mengakuinya. Organisasi yang mendekati bentuk
sebuah bentuk kekhalifahan saat ini adalah Organisasi Konferensi Islam atau OKI, sebuah organisasi internasional
dengan pengaruh yang terbatas yang didirikan pada tahun 1969 beranggotakan
negara-negara mayoritas Muslim.
D. PERBANDINGAN KEKHALIFAHAN
DENGAN SISTEM PEMERINTAHAN LAIN
Khalifah
sangat berbeda dari sistem pemerintahan yang pernah ada di dunia, seperti
disebutkan di bawah ini:
- Dalam kedudukan monarki,
kedudukan raja diperoleh dengan warisan. Artinya, seseorang dapat
menduduki jabatan raja hanya
karena ia anak raja. Jabatan khalifah didapatkan dengan bai'at dari umat
secara ikhlas dan diliputi kebebasan memilih, tanpa paksaan. Jika dalam
sistem monarki raja memiliki hak istimewa yang dikhususkan bagi raja,
bahkan sering raja di atas UU, maka seorang khalifah tak memiliki hak
istimewa; mereka sama dengan rakyatnya. Khalifah ialah wakil umat dalam
pemerintahan dan kekuasaan yang dibaiat buat menerapkan syariat Allah
SWT atas mereka. Artinya, khalifah tetap tunduk dan
terikat pada hukum islam dalam semua tindakan, kebijakan, dan pelayanan
terhadap kepentingan rakyat.
- Dalam sistem republik, presiden
bertanggung jawab kepada rakyat atau yang mewakili suaranya (misal: parlemen). Rakyat beserta
wakilnya berhak memberhentikan presiden. Sebaliknya, seorang khalifah,
walau bertanggung jawab pada umat dan wakilnya, mereka tak berhak memberhentikannya.
Khalifah hanya dapat diberhentikan jika menyimpang dari hukum
Islam, dan yang menentukan pemberhentiannya ialah
mahkamah mazhalim. Jabatan presiden selalu dibatasi dengan periode
tertentu, sebaliknya, seorang khalifah tak memiliki masa jabatan tertentu.
Batasannya, apakah ia masih melaksanakan hukum Islam atau tidak. Selama
masih melaksanakannya, serta mampu menjalankan urusan dan tanggung jawab
negara, maka ia tetap sah menjadi khalifah.[[4]]
E. ARGUMENTASI
TENTANG PENTINGNYA KHALIFAH
1.
Dalil al-Qur'an
Sesungguhnya Sistem Ekonomi Islam
menjamin kehidupan yang mulia bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non
muslim selama mereka hidup di bawah naungan Khilafah. Khilafah akan menjaga
keamanan dan kehidupan mereka meski mereka berbeda-beda bangsa, agama, dan ras.
Siapa saja yang menjalankan sistem itu niscaya akan mendapat petunjuk dan
menjalani kehidupan yang baik dan tenteram. Dan siapa saja yang mengambil
sistem lain, maka Anda semua telah menyaksikan kesengsaraan dan penderitaan
yang dialami penganut sistem-sistem lain itu. Mahabenar Allah yang berfirman :
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى* وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat
dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.”
(QS. Thâhâ : 123-124)
Di dalam al-Quran memang tidak terdapat istilah Daulah yang berarti
negara. Tetapi di dalam al-Quran terdapat ayat yang menunjukkan wajibnya
umat memiliki pemerintahan/negara (ulil amri) dan wajibnya menerapkan
hukum dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB (
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada
Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. (Qs. An-Nisaa` [4]: 59).
Ayat di atas telah
memerintahkan kita untuk menaati Ulil Amri, yaitu Al Hakim (Penguasa).
Perintah ini, secara dalalatul iqtidha, berarti perintah pula untuk
mengadakan atau mengangkat Ulil Amri itu, seandainya Ulil Amri itu tidak ada,
sebab tidak mungkin Allah memerintahkan kita untuk menaati pihak yang
eksistensinya tidak ada. Allah juga tidak mungkin mewajibkan kita untuk menaati
seseorang yang keberadaannya berhukum mandub.
Maka menjadi jelas bahwa
mewujudkan ulil amri adalah suatu perkara yang wajib. Tatkala Allah memberi
perintah untuk mentaati ulil amri, berarti Allah memerintahkan pula untuk
mewujudkannya. Sebab adanya ulil amri menyebabkan terlaksananya kewajipan
menegakkan hukum syara’, sedangkan mengabaikan terwujudnya ulil amri
menyebabkan terabaikannya hukum syara’. Jadi mewujudkan ulil amri itu adalah
wajib, karena kalau tidak diwujudkan akan menyebabkan terlanggarnya perkara
yang haram, yaitu mengabaikan hukum syara’ (tadhyii’ al hukm asy syar’iy).
Di samping itu, Allah SWT
telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mengatur urusan kaum muslimin
berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Firman Allah SWT:
! Nà6÷n$$sù
OßgoY÷t/ !$yJÎ/
tAtRr& ª!$#
( wur
ôìÎ6®Ks?
öNèduä!#uq÷dr&
$£Jtã x8uä!%y`
z`ÏB
Èd,ysø9$# 4
ÇÍÑÈ
“Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka
dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al-Maa’idah : 48).
Èbr&ur
Nä3ôm$#
NæhuZ÷t/
!$yJÎ/
tAtRr&
ª!$#
wur
ôìÎ7®Ks?
öNèduä!#uq÷dr&
öNèdöx÷n$#ur
br&
qãZÏFøÿt
.`tã
ÇÙ÷èt/
!$tB
tAtRr&
ª!$#
y7øs9Î)
(
“Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan
apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
apa yang telah diturunkan Allah kepadamu” (QS. Al-Maa’idah : 49).
Dengan demikian, ayat-ayat ini
menunjukkan wajibnya keberadaan sebuah negara untuk menjalankan semua hukum
Islam, iaitu negara Khilafah.
2.
Dalil As-Sunnah
tentang Khalifah
- Abdullah bin Umar meriwayatkan, "Aku mendengar Rasulullah
mengatakan, ‘Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada
Allah, niscaya dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa alasan.
Dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’at (kepada
Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah." [HR.
Muslim].
- Rasulullah SAW
bersabda: "Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat
seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi
setelahku. Akan ada para Khalifah dan jumlahnya akan banyak. Para Sahabat
bertanya,’Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi
menjawab,’Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja.
Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap
apa yang menjadi kewajiban mereka." [HR. Muslim].
Berarti keberadaan Khilafah
adalah wajib, sebab kalau tidak wajib tidak mungkin Nabi SAW sampai begitu
tegas menyatakan bahwa orang yang memisahkan diri dari Khilafah akan mati
jahiliyah. Jelas ini menegaskan bahawa mendirikan pemerintahan bagi kaum
muslimin statusnya adalah wajib.
Rasulullah SAW bersabda
pula : "Barangsiapa membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu
memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia
mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut
kekuasaannya, penggallah leher orang itu." [HR. Muslim].
Dalam hadis ini Rasululah SAW
telah memerintahkan kaum muslimin untuk menaati para Khalifah dan memerangi
orang-orang yang merebut kekuasaan mereka. Perintah Rasulullah ini berarti
perintah untuk mengangkat seorang Khalifah dan memelihara kekhilafahannya
dengan cara memerangi orang-orang yang merebut kekuasaannya. Semua ini
merupakan penjelasan tentang wajibnya keberadaan penguasa kaum muslimin, iaitu
Imam atau Khalifah. Sebab kalau tidak wajib, nescaya tidak mungkin Nabi SAW
memberikan perintah yang begitu tegas untuk memelihara eksistensinya, iaitu perintah
untuk memerangi orang yang akan merebut kekuasaan Khalifah.
Dengan demikian jelaslah,
dalil-dalil As Sunnah ini telah menunjukkan wajibnya Khalifah bagi kaum
muslimin.
3.
Dalil Ijma’ Sahabat
Ijma’ Sahabat yang menekankan
pentingnya pengangkatan Khalifah, nampak jelas dalam kejadian bahawa mereka
menunda kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW dan mendahulukan
pengangkatan seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat
secepatnya adalah suatu kewajiban dan diharamkan atas orang-orang yang wajib
menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah
dikebumikan. Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah
Rasulullah SAW ternyata sebagian di antaranya justru lebih mendahulukan
usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah.
Sedangkan sebagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah
tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi
SAW sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu
mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan
(ijma’) mereka untuk segera melaksanakan kewajiban mengangkat Khalifah daripada
menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali jika status hukum
mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib daripada menguburkan jenazah.
Demikian pula bahawa seluruh
Sahabat selama hidup mereka telah bersepakat mengenai kewajiban mengangkat
Khalifah. Walaupun sering muncul perbedaan pendapat mengenai siapa yang tepat
untuk dipilih dan diangkat menjadi Khalifah, namun mereka tidak pernah
berselisih pendapat sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang Khalifah,
baik ketika wafatnya Rasulullah SAW maupun ketika pergantian masing-masing
Khalifah yang empat. Oleh karena itu Ijma’ Sahabat merupakan dalil yang jelas
dan kuat mengenai kewajiban mengangkat Khalifah.
4.
Dalil Dari Kaidah Syar’iyah
Ditilik dari analisis usul
fiqh, mengangkat Khalifah juga wajib. Dalam usul fikih dikenal kaidah syar’iyah
yang disepakati para ulama:
"Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna
kecuali adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya."Menerapkan
hukum-hukum yang berasal dari Allah SWT dalam segala aspeknya adalah wajib.
Sementara hal ini tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya
kekuasaan Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Maka dari itu, berdasarkan
kaidah syar’iyah tadi, eksistensi Khilafah hukumnya menjadi wajib.
Jelaslah, berbagai sumber
hukum Islam tadi menunjukkan bahwa menegakkan Daulah Khilafah merupakan
kewajipan dari Allah SWT atas seluruh kaum muslimin.
5.
Pendapat Para Ulama
Seluruh imam mazhab dan para mujtahid besar tanpa
kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Syaikh
Abdurrahman Al Jaziri menegaskan hal ini dalam kitabnya :
"Para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan
Ahmad) --rahimahumullah-- telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu wajib
adanya, dan bahawa ummat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah,) yang
akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas
dari yang menindasnya..."[[5]]
Tidak hanya kalangan Ahlus Sunnah saja yang
mewajibkan Khilafah, bahkan seluruh kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah (termasuk
Khawarij dan Mu’tazilah) tanpa kecuali bersepakat tentang wajibnya mengangkat
seorang Khalifah. Kalau pun ada segelintir orang yang tidak mewajibkan
Khilafah, maka pendapatnya itu tidak perlu dianggap, karena bertentangan dengan
nas-nas syara’ yang telah jelas.
Imam Asy Syaukani menyatakan: "Menurut golongan Syiah, minoritas
Mu’tazilah, dan Asy A’riyah, (Khilafah) adalah wajib menurut syara’."[[6]] Sedangkan Ibnu Hazm dalam mengatakan: "Telah sepakat
seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji`ah, seluruh Syi’ah, dan seluruh Khawarij,
mengenai wajibnya Imamah (Khilafah)."[[7]]
Bahwa Khilafah adalah sebuah ketentuan hukum Islam yang wajib (bukan haram
apalagi bid’ah) dapat kitab temukan dalam khazanah Tsaqafah Islamiyah yang
sangat kaya. Namun ada pula buku yang menyatakan bahwa kekhalifahan tidak wajib
hukumnya, seperti Al Islam Wa Usululul Hukm oleh Ali Abdur Raziq, Mabadi`
Nizham Al Hukmi fil Islam oleh Abdul Hamid Mutawalli, Tidak Ada Negara
Islam oleh Nurcholish
Madjid.
F.
KONTROL KHILAFAH DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Alat-alat atau lembaga-lembaga
kontrol dalam sistem ekonomi Islam dapat diringkas sebagai berikut :
1. Kekuasaan al-Hisbah (wilayah al-hisbah). Al-Muhtasib
(hakim hisbah) melakukan kontrol terhadap pasar, timbangan, takaran, dan penipuan
di pasar dan tempat-tempat umum serta memonitor berbagai pelanggaaran lainnya.
2. Kekuasaan peradilan (wilayah al-qadha`). Peradilan
menyelesaikan semua perselisihan termasuk perselisihan finansial dan ekonomi
yang kadang muncul dalam muamalah keseharian masyarakat.
3. Berbagai biro (diwan). Yaitu berbagai alat untuk
mengontrol dan mengaudit aliran harta di Baitul Mal yang terkait dengan harta
zakat, harta negara, dan harta yang termasuk kepemilikan umum. Biro tersebut
menangani kontrol terhadap pemungutan dan pembelanjaan agar setiap aliran harta
terjadi pada tempatnya secara benar.
4. Kekuasaan Mazhalim (wilayah al-mazhalim). Mazhalim
menangani pengaduan yang diajukan untuk melawan penguasa jika mereka melakukan
kezaliman terhadap rakyat dalam segala kebijakan di segala bidang, termasuk
kebijakan finansial dan ekonomi.
Inilah lembaga-lembaga kontrol yang
menjamin lurusnya sistem ekonomi menurut arahan yang telah dijelaskan dalam
syariah.
Berikut ini garis-garis besar politik ekonomi Islam:
1.
Negara
Khilafah akan mendistribusikan pendapatan bersih (profit) dari kepemilikan umum
kepada individu-idividu rakyat dalam bentuk zatnya atau dalam bentuk pelayanan
sejak mereka lahir.
2.
Negara
Khilafah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok kaum fakir (pangan, papan dan
sandang) dengan cara menyediakan lapangan kerja bagi orang yang mampu diantara
mereka; dan dengan cara memberi bagi orang yang tidak mampu atau yang tidak
mendapatkan pekerjaan. Negara Khilafah memberi mereka dari harta zakat, harta
kepemilikan umum, dan dari harta milik negara yang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok mereka.
3.
Negara
Khilafah akan memberi sebagian kecil orang kaya dari harta milik negara dan
tidak diberikan kepada sebagian besar dari orang-orang kaya. Hal itu untuk
mewujudkan keseimbangan di tengah masyarakat dan memperkecil perbedaan
kepemilikan harta di antara masyarakat.
4.
Negara
Khilafah akan memberi utang tanpa riba dari berbagai direktorat Baitul Mal
kepada mereka yang membutuhkan di bidang pertanian, industri dan perdagangan.
5.
Negara
Khilafah akan melarang semua muamalah batil. Yaitu akad-akad yang tidak
memenuhi syarat-syarat akad dan syarat-syarat sah seperti perusahaan multi
nasional, perseroan terbatas, perusahaan asuransi, dan lain-lain.
6.
Negara
Khilafah akan melarang jual beli, perdagangan dalam dan luar negeri terhadap
komoditi yang tidak dimiliki dan belum diserah terimakan seperti yang
berlangsung di bursa saham. Negara juga melarang tanâjusy yaitu
spekulasi untuk mendongkrak harga.
7.
Negara
Khilafah akan melarang pertukaran emas, perak dan seluruh jenis mata uang yang
tanpa serah terima dalam pertukaran dua jenis yang berbeda; dan yang tanpa
serah terima dan kuantitas yang semisal untuk pertukaran dua jenis yang sama,
sebagaimana yang terjadi di pasar-pasar keuangan saat ini.
8. Negara Khilafah akan melarang kartu
kredit yang bersifat ribawi. Negara Khilafah akan melarang beredarnya
surat-surat berharga dan obligasi yang bersifat ribawi. Negara Khilafah akan
melarang perdagangan saham yang batil.[8]
G.
PANDANGAN
ISLAM TENTANG ALAM DAN KEDUDUKAN
1.
Pandangan islam tentang alam
Berpegang
pada dalil-dalil yang ada, maka alam semesta ini diciptakan oleh tuhan adalah
untuk kepentingan manusia dan untuk dipelajari manusia agar manusia dapat
menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia dimuka bumi.
Firman Allah dalam al-qur’an :
uqèd
Ï%©!$#
@yèy_
ãNä3s9
uÚöF{$#
Zwqä9s
(#qà±øB$$sù
Îû
$pkÈ:Ï.$uZtB
(#qè=ä.ur
`ÏB
¾ÏmÏ%øÍh
(
Ïmøs9Î)ur
âqà±Y9$#
ÇÊÎÈ
0 comments:
Post a Comment