LEMBAGA
KEUANGAN SYARI’AH
1. Definisi Lembaga Keuangan
Lembaga
keuangan adalah badan usaha yang mengumpulkan asset dalam bentuk dana dari
masyarakat dan disalurkan untuk pendanaan proyek pembangunan serta kegiatan
ekonomi dengan memperoleh hasil dalam bentuk bunga sebesar prosentase tertentu
dari besarnya dana yang disalurkan. Sekalipun perbankan kovensional telah
menjadi bagian utama dalam menjalankan roda ekonomi namun masih banyak kalangan
ulama menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari aktivitas perbankan
tidak sesuai dengan ajaran islam. Sejalan dengan itu terakhir muncul lembaga
keuangan dalam konsep ekonomi islam yang dikenal dengan perbankan syari’ah,
namun faktanya pemakai jasanya perbankan syari’ah juga banyak dari kalangan
non-islam. Lembaga keuangan merupakan bagian utama dari sistem keuangan dalam
ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Lembaga keuangan
utama adalah Bank. Dengan bantuan lembaga keuangan para pelaku usaha dapat
melakukan transaksi keuangan dalam jumlah besar yang tidak mungkin dilakukan
secara tunai.
2. Klasifikasi Lembaga
Keuangan
Lembaga
keuangan dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari
masyarakat secara langsung. Atas dasar tersebut lembaga keuangan dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
A. Lembaga keuangan depositori
Lembaga keuangan ini menghimpun dan secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro,
tabungan atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus.
Unit surplus memiliki kelebihan pendapatan, setelah dikurangi kebutuhan untuk
konsumsi. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa seperti ini adalah bank-bank.
B. Lembaga keuangan non depositori
atau sering juga disebut lembaga keuangan Non
bank. Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual
institutions) yaitu menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak
untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis
asuransi, program pensiun. Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut
perusahaan asuransi dan dana pensiun.
3.
Peran Lembaga Keuangan Dalam Proses Intermediasi
Intermediasi keuangan adalah proses/kegiatan pengalihan dana dari
penabung (ultimate lenders) kepada peminjam (ultimate borrowers).
Fred C. Yeager, Dalam Bukunya Financial Institutions Management
Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang sangat
strategis dalam proses intermediasi keuangan sebagai berikut:
a. Pengalihan aset (asset transmutation) Untuk
memenuhi kebutuhan dananya, unit ekonomi menerbitkan sekuritas primer yang
jangka waktunya dapat disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya.
Surat-surat berharga yang diterbitkan oleh unit defisit kemungkinan jumlah,
jangka waktu dan bentuknya berbeda dengan kebutuhan unit surplus. Lembaga
keuangan memecahkan masalah tersebut dengan membeli sekuritas primer tersebut
dengan menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan sekuritas sekunder.
Dengan menerbitkan sekuritas sekunder untuk ditukarkan dengan dana unit surplus
dan kemudian menukarkannya dengan sekuritas primer yang dikeluarkan unit
defisit. Lembaga keuangan mengubah sekuritas unit surplus menjadi kewajiban.
Proses pengalihan dari kewajiban menjadi kekayaan disebut Transmutasi aset.
b. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan
memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan.
c. Realokasi pendapatan. Untuk merealokasi
penghasilan pada dasarnya dapat saja membeli dan menyimpan barang misalnya
rumah, tanah dan sebagainya, namun dengan memiliki sekuritas sekunder yang
dikeluarkan lembaga keuangan misalnya simpanan di bank, polis asuransi jiwa,
reksa dana, program pensiun dan sebagainya, akan jauh lebih baik dibandingkan
dengan alternatif pertama. Karena Rumah tangga umumnya digunakan untuk tujuan
yang bersifat konsumtif dan bukan untuk peningkatan pendapatan di masa yang
akan datang. Sementara unit usaha, penerbitan sekuritas primer untuk tujuan
investasi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.
d. Transaksi. Sekuritas sekunder yang diterbitkan
Iembaga intermediasi keuangan seperti rekening giro, tabungan, deposito
berjangka atau sertifikat deposito dan sebagainya, merupakan bagian dari sistem
pembayaran / transaksi.
Filed under: Akuntansi
Berdasarkan hasil kajian Tim BEINEWS (2004) menunjukkan
bahwa ada lima faktor yang memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia,
sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional,
yaitu:
Ø Market yang dianggap luas ternyata
belum digarap secara maksimal (apalagi, bank syariah tidakhanya dikhususkan
untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat nasabah nonmuslim)
Ø Sistem bagi hasil terbukti lebih
menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional
(review pada waktu krisis ekonomi-moneter).
Ø Return yang diberikan kepada nasabah
pemilik dana bank syariah lebih besar dar ipada bunga deposito bank konvesional
(ditambah lagi belakangan ini, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus
mengalami penurunan, sehingga suku bunga menurun.
Ø Bank Syariah tidak memberikan
pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan,
seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
Ø Prinsip laba bagi bank Syariah bukan
satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan
sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat.
Menurut Boesono (2007), paling tidak ada tiga prinsip dalam operasional Bank Syariah yang berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus dijaga oleh para bankir, yaitu:
1. Prinsip Keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan
ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah,
2. Prinsip Kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank
memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang
3. Prinsip Ketentraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsipdan kaidah
muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).
Sebagai
realisasi dari konsep syariah, pada dasarnya sistem ekonomi/perbankan syariah
memiliki tiga ciri yang mendasar yaitu prinsip keadilan, menghindari kegiatan
yang dilarang dan memperhatikan aspek kemanfaatan.
Dalam hal
pelaksanaannya, prinsip ekonomi syariah akan tercermin dalam nilai-nilai yang
secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif yaitu mikro dan makro.
Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/
profesionalisme dan sikap amanah. Dalam perspektif makro nilai-nilai syariah
menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak
memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian. Dengan demikian,
dapat dilihat secara jelas potensi manfaat keberadaan sistem
perekonomian/perbankan syariah yang ditujukan bukan hanya untuk umat muslim,
akan tetapi bagi seluruh umat manusia (Bank Indonesia, 2003).
Realitasnya bank syariah menghadapi beberapa
kendala dan kelemahan yang memang harus diakui perlu pembenahan dan peningkatan secara kualitas dan kuantitas
antara lain:
I.
Jaringan kantor layanan. Rasanya
perbankan syariah tidak perlu terus cengeng mempermasalahkan perubahan pola
dual banking system, yang dikembangkan BI dengan membina bank konvensional
untuk membuka unit usaha syariah, dengan system windows murni seperti di
Malaysia, Sudan ataupun Bahrain, meski harus diakui pola ini berpotensi
meningkatkan jaringan bank syariah. Banyak cara yang bisa dikembangkan bank
syariah dalam merambah setiap kota di nusantara, boleh dengan aliansi strategis
seperti cara kancil yang dilakukan Bank Muamalat dengan PT Pos Indonesia
melalui Gerai Muamalat-nya, ataupun mendekati BPD serta BPRS yang berjumlah
sedikitnya 84 buah untuk dikonversi menjadi unit usaha syariah.
II.
Jasa layanan dan inovasi produk.
Sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mudah menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, sehingga mereka tidak merasa punya perbedaan dengan layanan dari
perbankan konvensional.
III.
Terbatasnya pemahaman masyarakat
mengenai kegiatan usaha jasa keuangan syariah [bank, asuransi, dana pensiun,
reksa dana dan indeks syariah]. keterbatasan
pemahaman ini menyebabkan banyak masyarakat memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi jasa keuangan syariah.
pemahaman ini menyebabkan banyak masyarakat memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi jasa keuangan syariah.
IV.
Terbatasnya jaringan kantor cabang jasa keuangan
syariah.
V.
Tidak lengkapnya peraturan dan
ketentuan pendukung kegiatan usaha jasa keuangan syariah, seperti standar
akuntansi, standar prinsip kehati-hatian, standar fatwa
produk investasi syariah serta peraturan dan ketentuan pendukung lainnya.
produk investasi syariah serta peraturan dan ketentuan pendukung lainnya.
VI.
Terbatasnya sumber daya manusia
yang memiliki keterampilan teknis jasa keuangan syariah.
4.
Pemberian Kredit Kepada Nasabah Di Bank Syari’ah
Dalam
pemberian pinjaman kepada nasabah Bank
Syari’ah menggunakan 3 cara dalam pembagian hasil usaha atas uang yang telah
dipinjam yaitu :
·
Pembiayaan atas dasar “Partnership”
Dalam hal ini
pihak bank memberikan modal kepada nasabah sesuai dengan sifat proyek dan
kedaan keuangannya, kedua belah pihak membagi penghasilan netto sebagai berikut
:
ü
Nasabah menerima balasjasa
atas hasil kerjanya sebagai pengelola.
ü
Sisanya akan dibagi antara
kedua belah pihak sesuai dengan proporsi dn partisipasi masing-masing dari
keseluruhan investasi tersebut.
·
Pembiayaan atas dasar “Modaraba”(Qirad)
Pada
pembiayaan jenis ini pihak bank membiayai seluruh operasi dan dianggap sebagai
pemilik modal yang ditanamkan, sedangkan pembagian hasil atas usaha tersebut
dibagi dua yaitu sebagian kepada bank sebagai pengembalian pinjaman yang telah
diberikan dan sebagia lagi kepada nasabah.
·
Pembiayaan atas dasar “Morabah”(Cost Plus)
Dalam sistem
ini, nasabah membeli sesuatu barang yang akan dijadikan sebagai objek usaha
sesuai dengan spesifikasinya dan dengan harga yang telah ditetapkan, nasabah
dan bank sepakat untu membagai keuntungan yang akan diperoleh dari hasil uasaha
tersebut
LATAR
BELAKANG
Saat
ini banyak berkembang Bank ataupun lembaga keuangan yang berdasar atau dengan
label syari’ah, dengan inovasi baru ini meberi kesempatan bagi para pelaku
ekonomi yang sekaligus ingin menjalankan semua kegiatan ekonomi khususnya dalam
bidang jasa perbankan supaya lebih terjamin dengan didukung dengan adanya
Undang-Undang pendukung pengoprasian lembaga keuangan bank ataupun
non-perbankan yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.
Lembaga
keuangan yang berdasar pada asas-asas Islam muncul dengan penawaran yang baru
yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional ataupun kapitalis yaitu
dengan memberikan pelayanan yang bernuansa islami serta sistem bagi hasil yang
khusunya menjadi ciri utama dalam lembaga keuangan islam ini.
Dalam
praktiknya lembaga keuangan yang non-syari’ah menjalankan sistem bunga dalam
memberikan pinjaman kepada nasabahnya sehingga nasabah merasa terbebani dengan
bunga yang dibebenkan oleh bank kepada nasabah,namun nasabah tidak mempunyai
pilihan lain untuk mendapatkan pinjaman, namun lembaga keuangan islam secara
umum datang dengan memberikan invasi yang baru dengan tidak membebankan bunga
kepada kepada nasabah tapi dengan sistem bagi hasil antara nasabah dengan pihak
bank.
PENDAHULUAN
Puji
syukur kita haturkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kita kesempatan
dan kesehatan sehingga kita dapat menyusun dan menyelesaikan makalah lembaga
keuangan syari’ah ini, selanjutnya shalawat serta salam kita hadiahkan untuk
nabi kita Muhammad saw yang telah member kita penerangan tentang cahaya islam
sehingga kita bisa mengenal islam pada masa sekarang ini.
Ucapan
terimakasih kepada para dosen pengampu mata kuliah manajmen keuangan islam yang
telah member pengetahuan serta wawasan tentang bagaimana penyusunan makalah
lembaga keuangan syari’ah ini,serta ucapan syukur kepada semua teman-teman yang
telah mendukung kami dalam menyusun makalah kami ini.
Dalam
makalah ini kami menguraikan posisi lembaga keuangn islam diantara lembaga
keuangan yang lain, disamping itu juga akan dijelaskan perbedaan yang
membedakan antar lembaga keuangan syari’ah dengan lembaga keuangan lainnya,
serta sistem yang dijalankan dalam sebuah lembaga keuangan syari’ah itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1) Saefuddin,
Ahmad. 2007. Ekonomi dan Masyarakat Dalam
Perspektif Islam. Jakarta: Kelapa
Gading Permai.
0 comments:
Post a Comment