Thursday, September 13, 2012

BANK SYARIAH SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN


Top of Form
Bottom of Form
BANK SYARIAH SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN
a. Tujuan, Sistem, Prinsip, Piranti Keuangan Bank Syariah

Pada dasarnya operasi Bank Syariah (Bank Islam) tidak jauh berbeda dengan bank konvensional (bank komersil/umum) yaitu sebagai lembaga perantara. Bank Syariah berperan sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana. Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai peminjam dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu. Hubungan antara bank dengan nasabahnya adalah hubungan antara kreditur dengan debitur.
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga perantara dan kemampuannya menghasilkan laba.
Adapun prinsip-prinsip pokok yang menyebabkan antara bank umum dan syariah tidak sama adalah bahwa pemasukan bank syariah tidak berasal dari selisih tingkat bunga dari pembiayaan (kredit) yang disalurkan. Namun pemasukan itu tergantung dari usaha peminjaman (debitur).
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran Al Qur’an yaitu:
• Prinsip At Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an :
“….dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS 5:2).
• Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur yang tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…” (QS 4:29).
Perbedaan pokok antara perbankan islam dengan perbankan konvensial adalah adanya larangan riba (bunga) bagi perbankan islam. Bagi islam riba dilarang, sedang jual beli (al bai’) dihalalkan.
Sejak awal dasarwarsa 1970-an, umat islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikan bank islam. Tujuannya, pada umumnya, adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariat islam dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang dianut oleh bank islam adalah:
• Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi
• Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariat dan memberikan zakat.
Islam memiliki hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, yaitu melalui akad-akad bagi hasil, sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan, dan akad-akad jual beli untuk memenuhi pembiayaan. Bank islam tidak menggunakan metode pinjam-meminjam uang dalam rangka kegiatan komersial karena setiap pinjam-meminjam uang yang dilakukan dengan persyaratan atau janji pemberian imbalan adalah termasuk riba. Oleh karena itu mekanisme operasional perbankan syariah dijalankan dengan menggunakan dengan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:
Prinsip bagi hasil:
1. Mudharabah
Yaitu bank memberikan modal, para nasabah bank memberikan keahlian mereka, sedangkan keuntungan dibagi menurut rasio yang disetujui.
Ada dua tipe mudharabah, yaitu mutlaqah (tidak terikat) dan muqayyadah (terikat).
• Mudharabah mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
• Mudharabah muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan keuntungan.
2. Murabahah
Dengan operasi murabahah, para klien bank membeli satu komoditi menurut rincian tertentu dan menghendaki agar bank mengirimkannya pada mereka berdasarkan imbuhan harga teretentu menurut persetujuan mula antara kedua pihak.
3. Musharakah
Dengan musyarakah, baik bank maupun klien menjadi mitra usaha dengan menyumbang modal dalam berbagai tingkatan dan mencapai kata sepakat atas rasio laba dimuka untuk sesuatu waktu tertent