KATA PENGANTAR
Bissimillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbilalamin segala puji bagi Allah tuhan
seru sekalian alam, tiada daya dan upaya selain kepunyaan Allah dan karena atas
rahmat-Nya serta kemurahan-Nya penulis diberikan waktu, kesehatan serta
kemampuan untuk dapat menyelesaikan tugas Akuntansi Perpajakan berupa sebuah
makalah atas pembahasan Bab Kas dan
Setara Kas. Shalawat dan salam penulis junjungkan kepada nabi besar
Muhammad SAW dan keluarganya hingga akhir zaman.
Makalah ini
disusun sebagai bahan penyelesaian salah satu tugas dari mata kuliah
Akuntansi, serta
diharapakan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi siapapun yang tertarik dengan
Bab ini.
Saran serta
kritik yang membangun tentang makalah ini penulis harapkan untuk memperbaiki
kualitas dari isi makalah ini. karenanya
penulis menyadari bahwa tidak ada tugas yang bernilai sempurna.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada
selaku dosen Akuntansi
yang telah memberikan penulis suatu tugas yang bermanfaat. Semoga Allah SWT
meridhoi segala amal-perbuatan kita. Amin..
Akuntansi, menurut sejarah
konvensional, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari
tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli yang menulis buku “Summa de
Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai
“Double Entry Accounting System”.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi), penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut..
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi), penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut..
Dengan demikian, dapat kita
saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal sistem
akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610M, yakni 800 tahun
lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494M.
Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya disemua sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan oleh Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli (dikenal dengan “Bapak Akuntansi”) memperkenalkan konsep akuntasi double-entry bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan adanya pertanggung jawaban. Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaries untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran.
Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya disemua sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan oleh Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli (dikenal dengan “Bapak Akuntansi”) memperkenalkan konsep akuntasi double-entry bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan adanya pertanggung jawaban. Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaries untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran.
Menariknya lagi, penempatan
ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi, karena ditempatkan pada
surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang sebenarnya merupakan lambang
komoditas ekonomi.
Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep praktik akuntansi Islam pada saat ini mulai berkembang dengan pesat. Bahkan di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep akuntansi syariah ternyata lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi, dibandingkan dengan Bank umum lainnya. Tercatat pada saat ini banyak lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan leasing syariah.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep praktik akuntansi Islam pada saat ini mulai berkembang dengan pesat. Bahkan di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep akuntansi syariah ternyata lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi, dibandingkan dengan Bank umum lainnya. Tercatat pada saat ini banyak lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan leasing syariah.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.
Transakasi
yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
2.
Transaksi
yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
3.
Transaksi
yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah
4.
Transaksi
yang mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah
5.
Transaksi
yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn.
Karakteristik perbedaan antara prinsip
akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi syariah tidak
mengenal riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value of money, uang
sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan serta menggunakan
konsep bagi hasil.
Hal ini sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum
dalam Al-Quran (2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba
dan akibatnya bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan
menunaikan zakat. Selain itu dalam ayat lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah
dapat dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar
suatu waktu hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang
dibawa senilai barang dagangan yang ditinggalkan (borg).
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar sehingga diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar perhitungan zakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah akuntansi sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari. Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir surat (QS 2:283) tersebut.
“….dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu….”
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk bertakwa (takut kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.
Dari Normatif ke Teoritis
Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai “pesan-pesan langit” perlu penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya : “membumikan” ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya sehingga dapat mewarnai tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi umat. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja. Karena Islam adalah agama amal.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar sehingga diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar perhitungan zakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah akuntansi sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari. Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir surat (QS 2:283) tersebut.
“….dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu….”
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk bertakwa (takut kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.
Dari Normatif ke Teoritis
Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai “pesan-pesan langit” perlu penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya : “membumikan” ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya sehingga dapat mewarnai tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi umat. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja. Karena Islam adalah agama amal.
Sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari normatif
menuju teoritis-keilmuan yang faktual.
Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
Wacana Akuntansi Syariah
Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung nilai-nilai kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.
Bila diperhatikan, budaya dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat.
Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
Wacana Akuntansi Syariah
Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung nilai-nilai kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.
Bila diperhatikan, budaya dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat.
Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini menghasilkan
bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula.
Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt.
Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan :
Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt.
Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan :
1.
Akuntan
muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai way of life (Q.S. 3 : 85).
2.
Akuntan
harus memiliki karakter yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya (Q.S.
An-Nisa : 135).
3.
Akuntan
bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi (muamalah) dengan
benar, jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam (Q.S. Al-Baqarah : 7 –
8).
4.
Dalam
penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau harga pokok.
Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak yang kompeten dan independen
(Al-Baqarah : 282).
5.
Standar
akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan
dengan syariah Islam.
6. Transaksi yang tidak sesuai
dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab setiap aktivitas usaha harus
dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi bukan alasan tunggal untuk menentukan
berlangsungnya kegiatan usaha.
Konsepsi Pelaporan Keuangan
Karena akuntansi konvensional yang dikenal saat ini diilhami dan berkembang berdasarkan tata nilai yang ada dalam masyarakat barat, maka kerangka konseptual yang dipakai sebagai dasar pembuatan dan pengambangan standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan tertentu.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran di kalangan intelektual muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami. Perumusan kembali kerangka konseptual pelaporan keuangan dengan mendasarkan pada prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Mengingat akuntansi syariah sesuai dengan fitrah (kecenderungan) manusia yang menghendaki terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab sosial.
Islam yang disampaikan Rasulullah saww melingkupi seluruh alam yang tentunya mencakup seluruh umat manusia. Di sinilah perbedaan antara paham akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah. Paham akuntansi konvensional hanya mementingkan kaum pemilik modal (kapitalis), sedangkan akuntansi syariah bukan hanya mementingkan manusia saja, tetapi juga seluruh makhluk di alam semesta ini.
Konsepsi Pelaporan Keuangan
Karena akuntansi konvensional yang dikenal saat ini diilhami dan berkembang berdasarkan tata nilai yang ada dalam masyarakat barat, maka kerangka konseptual yang dipakai sebagai dasar pembuatan dan pengambangan standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan tertentu.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran di kalangan intelektual muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami. Perumusan kembali kerangka konseptual pelaporan keuangan dengan mendasarkan pada prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Mengingat akuntansi syariah sesuai dengan fitrah (kecenderungan) manusia yang menghendaki terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab sosial.
Islam yang disampaikan Rasulullah saww melingkupi seluruh alam yang tentunya mencakup seluruh umat manusia. Di sinilah perbedaan antara paham akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah. Paham akuntansi konvensional hanya mementingkan kaum pemilik modal (kapitalis), sedangkan akuntansi syariah bukan hanya mementingkan manusia saja, tetapi juga seluruh makhluk di alam semesta ini.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam proses produksi agar bisa berjalan sesuai yang diingikan perusahaan, maka perusahaan dalam hal ini harus memperhatikan apa saja yang dibutuhkan seperti elemen – elemen biaya, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overead pabrik didalam pelaksanaannya.
Berikut ini Elemen – Elemen Biaya adalah sebagai berikut :
a. Biaya Produksi
b. Biaya Pemasaran
c. Biaya Administrasi dan Umum
d. Biaya Langsung (Direct cost)
e. Biaya Tidak Langsung (Inderect cost)
Biaya Bahan Baku didalam suatu perusahaan merupakan harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang didalam suatu perusahaan.
Biaya tenaga kerja langsung, biaya ini timbul karena pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan menjadi barang jadi.
Biaya Overhead Pabrik adalah Semua biaya – biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya bahan ini terdiri dari biaya bahan tak langsung , biaya tenaga kerja tak langsung dan semua biaya – biaya yang tidak dapat secara langsung dibebankan kepada produk ataupun job.
Pengendalian pada biaya merupakan patokan atau standar sebagai dasar uang dipakai untuk tolak ukur pengendalian. Sedangkan Biaya sesungguhnya merupakan biaya yang diakumulasi selama proses produksi dengan menggunakan harga pokok historis yang biasanya merupakan lawan dari biaya yang ditetapkan sebelum proses produksi yang ditujukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan.
3.1 Kesimpulan
Di dalam proses produksi agar bisa berjalan sesuai yang diingikan perusahaan, maka perusahaan dalam hal ini harus memperhatikan apa saja yang dibutuhkan seperti elemen – elemen biaya, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overead pabrik didalam pelaksanaannya.
Berikut ini Elemen – Elemen Biaya adalah sebagai berikut :
a. Biaya Produksi
b. Biaya Pemasaran
c. Biaya Administrasi dan Umum
d. Biaya Langsung (Direct cost)
e. Biaya Tidak Langsung (Inderect cost)
Biaya Bahan Baku didalam suatu perusahaan merupakan harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang didalam suatu perusahaan.
Biaya tenaga kerja langsung, biaya ini timbul karena pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan menjadi barang jadi.
Biaya Overhead Pabrik adalah Semua biaya – biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya bahan ini terdiri dari biaya bahan tak langsung , biaya tenaga kerja tak langsung dan semua biaya – biaya yang tidak dapat secara langsung dibebankan kepada produk ataupun job.
Pengendalian pada biaya merupakan patokan atau standar sebagai dasar uang dipakai untuk tolak ukur pengendalian. Sedangkan Biaya sesungguhnya merupakan biaya yang diakumulasi selama proses produksi dengan menggunakan harga pokok historis yang biasanya merupakan lawan dari biaya yang ditetapkan sebelum proses produksi yang ditujukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mulyadi, 1993, Akuntansi Biaya, Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFE Universitas Gunadarma.
2. Firdaus A. Dunia, 1994, Akuntansi Biaya, Buku Satu Lembaga Penerbit Fakultas Ekonom Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Schweitzer dan Hans-Ulrich Kueper, Akuntansi Biaya, Alih Bahasa oleh Burhan Napitupulu dan Teddy Pawitro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1991.
4. Tresno Lesmono, 1998, Akuntansi Biaya, Yogyakarta: Akademia Akuntansi YKPN
5. Ibnu Subiyanto dan Bambang Suripto, 1993, Akuntansi Biaya, Seri Diktat Kuliah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, Jakarta.
1. Mulyadi, 1993, Akuntansi Biaya, Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFE Universitas Gunadarma.
2. Firdaus A. Dunia, 1994, Akuntansi Biaya, Buku Satu Lembaga Penerbit Fakultas Ekonom Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Schweitzer dan Hans-Ulrich Kueper, Akuntansi Biaya, Alih Bahasa oleh Burhan Napitupulu dan Teddy Pawitro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1991.
4. Tresno Lesmono, 1998, Akuntansi Biaya, Yogyakarta: Akademia Akuntansi YKPN
5. Ibnu Subiyanto dan Bambang Suripto, 1993, Akuntansi Biaya, Seri Diktat Kuliah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment